Jumat, 23 Januari 2015

Tidak Memiliki Sertifikat, Penambang dan Pemilik Batu Akik Terancam Denda 10 Milyar

Pemerintah Kabupaten Garut mengaku kesulitan mengontrol penambangan

batu akik yang makin marak dilakukan di kawasan selatan kabupaten

tersebut. Pemantauan sulit dilakukan karena tidak satu pun penambang

batu di sana yang memperpanjang izinnya tahun ini.

Entang Surahman, Kepala Bidang Pertambangan pada Dinas Sumber Daya Air

dan Pertambangan Kabupaten Garut, mengatakan, awalnya sejumlah

penambang batu ohen, batu endong, dan batu akik lainnya di kawasan

selatan Garut memiliki izin pertambangan.

Namun, setelah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

diberlakukan, perizinan pertambangan menjadi wewenang Pemprov Jabar.

"Para penambang tidak lagi memperpanjang perizinannya," kata Entang di

Garut, Kamis (22/1).

Menurut aturan, ujarnya, pemerintah hanya berkewajiban mengawasi para

penambang yang berizin. Namun, dilema muncul saat penambang tak

berizin bermunculan. Pemerintah dapat dicap melakukan pembiaran jika

hal buruk terjadi kepada para penambangnya.

"Makanya tetap kami memilih melakukan pengawasan dan membina mereka

supaya melakukan proses perizinan. Rentang jarak lokasi penambangan

memang sangat luas, hampir terdapat di semua kecamatan di selatan

Garut, sedangkan personel kami terbatas," ujarnya seraya menyebut

bahwa seiring dengan beralihnya kewenangan perizinan dari Pemkab Garut

ke Pemprov Jabar, tugas pelayanan, pembinaan, dan pengawasan juga

menjadi tugas Pemprov Jabar.

Entang mengatakan, ancaman hukuman bagi para penambang ilegal,

termasuk para penambang batu akik yang tak memiliki izin, tidak

main-main. Mereka bisa dikenai kurungan 10 tahun penjara atau denda Rp

10 miliar. Padahal, jika penambang itu mengurus izinnya, mereka tak

hanya akan terhindar dari jerat hukum, tapi justru akan mendapat

pembinaan mengenai good mining practice, yakni cara penambangan yang

baik.