Senin, 12 Januari 2015

Statistik Pemilu Legislatif Tahun 2014

Pada Rabu 1 Oktober 2014 lalu anggota DPR dan DPD RI periode 2014-

2019 resmi dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan sebelum memulai

tugas-tugasnya. Sebanyak 560 anggota DPR RI, terdiri dari 463

laki-laki dan 97 perempuan; dan 132 anggota DPD RI, yang terdiri dari

98 laki-laki dan 34 perempuan, itu pun kini telah menyandang gelar

mulia sebagai wakil rakyat.

Ada daftar panjang harapan kepada para anggota baru untuk memperbaiki

kinerja lembaga legislatif dalam menjalankan fungsi legislasi,

anggaran, dan pengawasan. Puskapol FISIP UI melakukan riset tentang

profil anggota legislatif, dan persepsi pemilih terhadap caleg di DKI

Jakarta. Ada beberapa temuan penting yang menunjukkan optimisme

sekaligus pesimisme terhadap kinerja legislatif 5 tahun ke depan.

Berikut ini petikannya:

Foto:Wihdan HIdayat/Republika

GAMBARAN UMUM

1. Secara umum jumlah keterpilihan pe rempuan sebagai anggota

legislatif hasil Pemilu 2014 mengalami penurunan di bandingkan Pemilu

2009. Berikut per olehan kursi anggota legislatif 2014- 2019:

< DPR RI :

Perempuan 97 (17,3%),

Laki-laki 483 (86,3%),

Total 560 kursi.

< DPD RI

:Perempuan 34 (25,8%),

Laki-laki 98 (74,2%),

Total 132 kursi.

< DPRD

:Perempuan 335 (15,85%), Provinsi

Laki-laki 1.779 (84,5%),

Total 2.114 kursi (33 provinsi).

< DPRD Kabupaten/Kota :

Perempuan 2.406 (14,2%),

Laki-laki 12.360 (85,8%),

Total 14.410 kursi (403 Kab/Kota).

Dari data itu, yang mengalami kenaikan jumlah kursi perempuan hanya

pada DPRD kabupaten/kota dengan kenaikan sekitar 2%. Sementara di DPD,

DPR, dan DPRD provinsi mengalami penurunan jumlah kursi perem puan.

2. Dari 33 DPRD provinsi, ada satu DPRD pro vinsi yang kursi

perempuannya mencapai 30% lebih, yaitu DPRD Sulawesi Utara. Dari 45

kursi, terdapat 14 anggota pe rempuan (31%). Hal ini menunjukkan

kenaikan dari periode lalu di mana kursi perempuan di DPRD Sulut

adalah 22,22%. Sementara DPRD Maluku yang pada 2009-2014 tertinggi

jumlah perem puan nya (31%), me nga lami penurunan jumlah kur si

menjadi 26,67% atau 12 kursi dari 45.

3. Dari 403 DPRD kab/kota, ada 20 DPRD yang jumlah kursi perempuan

mencapai di atas 30%. Kursi perempuan yang tertinggi ada di DPRD Kab.

Minahasa yaitu 42,86% (15 dari 35 kursi). Berikutnya adalah di DPRD

Barito Selatan – Kalimantan Tengah (40% atau 10 dari 25 kur si) dan

DPRD Depok – Jawa Barat (40% atau 20 dari 50 kursi). Jika dibandingkan

dengan data 2009, ada kenaikan jumlah DPRD kabupaten/kota yang

mencapai lebih dari 30% anggota perempuan. Dari data 2009, hanya 8

DPRD kabupaten/kota yang di atas 30%.

4. Untuk keterpilihan perempuan di DPD, dari 33 provinsi, ada 11

provinsi (33%) yang sama sekali tidak ada anggota perempuan terpilih.

Yaitu Aceh, Lampung, Bangka Beliteung, Kep Riau, Bali, NTT, Kal tim,

Sulsel, Sulbar, Papua, dan Papua Barat. Sementara itu ada 9 provinsi

yang keterpilihan perempuan mencapai 50% lebih (minimal 2 dari 4),

yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, NTB, Kalbar, Sulut, Gorontalo,

dan Maluku.

5. Hasil Pemilu Legislatif 2014 menun juk kan tidak adanya partai yang

men domi nasi perolehan kursi di DPR RI. Perolehan kursi paling tinggi

dicapai oleh PDI-P (19.46%), disusul Golkar (16,25%), dan Gerindra

(13,03%). Jumlah kursi masing-masing partai menengah juga menunjukkan

selisih tipis (kurang dari 2 % antarpartai). Hal ini menunjukkan

kekuatan partai-partai politik di parlemen semakin berimbang.

6. Perolehan kursi perempuan di parlemen yang terbesar berasal dari

PDIP (21,65%), disusul oleh Golkar (16,49%), dan Partai Demokrat

(13,40%). Jumlah kursi terkecil perempuan di parlemen berasal dari

PKS, yakni 1 perempuan dari 40 orang (1,03%).

7. Dibandingkan dengan tahun 2009, pe nurunan jumlah perolehan kursi

perem puan di DPR RI paling signifikan terjadi pada Partai Demokrat

(turun 22). Se men tara itu, ke naikan jumlah perolehan kursi perem

puan di DPR RI paling banyak terjadi di Partai Gerindra (naik 7),

diikuti oleh PDIP dan PPP (masing-masing naik 5).

8. Calon DPR RI dengan nomor urut 1 masih mendominasi keterpilihan

sebagai ang gota legislatif. Data hasil Pemilu 2014 dan 2009

menunjukkan sebagian besar caleg yang terpilih (di kisaran 60%) berada

pada nomor urut 1.

9. Sebagian besar caleg terpilih adalah ang gota baru (57%) dengan

sebaran yang cen derung sama pada anggota laki-laki (56% baru) dan

anggota perempuan (60% baru).

BASIS KETERPILIHAN ANGGOTA LEGISLATIF

1. Survei Puskapol UI menemukan empat macam basis keterpilihan anggota

DPR dan DPD yaitu: keterpilihan kembali in kumben, anggota

DPR/DPRD/DPD, latar be lakang sebagai elite ekonomi, dan jaringan

kekerabatan dengan elite politik.

2. Di DPR RI, sebanyak 242 orang (43.2%) adalah inkumben. Mayoritas

dari inkum ben adalah anggota laki-laki (84% atau 203 orang) sementara

anggota perem puan hanya 16,1% (39 orang). Partai de ngan persentase

anggota inkumben ter besar berturut-turut adalah PKS (68%), Demokrat

dan PPP (masing-masing 54%), PAN (53%). Sedangkan partai de ngan

persentase anggota baru terbanyak adalah Partai Nasdem (97%, baru

sekali mengikuti pemilu) dan Partai Gerindra (84%).

3. Untuk anggota DPD, sebanyak 40,2% (53 dari total 132 orang) adalah

inkumben se mentara 59,8% (79 dari 132 orang) adalah ang gota baru.

Dari 53 inkumben, anggota laki-laki sebanyak 66% (35 orang) dan pe

rempuan 34% (18 orang). Artinya, jum lah ang gota inkumben laki-laki

ham pir dua ka li lipat lebih banyak dibandingkan perempuan.

4. Sebanyak 15% anggota DPR 2014-2019 berasal dari anggota DPD/DPRD.

Signi fikannya jumlah anggota yang berasal dari DPRD menunjukkan

sinyal positif da lam proses rekrutmen partai yang meli hat pada rekam

jejak dan basis konstituen di daerah. Sehingga, bisa memunculkan

kesinam bungan proses kaderisasi partai di daerah dan nasional. Dari

anggota DPR RI yang basis keterpilihannya dari ang gota DPD/DPRD,

mayoritas adalah ang gota lakilaki (83,5%). Sedangkan untuk anggota

DPD terpilih yang mantan ang gota DPR/DPRD sebanyak 62 orang atau 47%,

yang mayoritas adalah laki-laki (82% atau 51 orang).

5. Sebanyak 29% anggota DPR RI memiliki latar belakang sebagai elite

ekonomi (pengusaha). Dari jumlah itu, hampir se luruhnya adalah

anggota laki-laki (91,4%). Hal ini mengindikasikan kekuatan finan sial

mayoritas dimiliki oleh anggota laki-laki. Sementara di DPD, terdapat

10,6% atau 14 orang anggota yang memiliki latar belakang elite

ekonomi. Dari jumlah itu, sebagian kecil adalah perempuan (36%) dan

lainnya laki-laki (64%).

6. Jaringan kekerabatan dengan elite politik sebagai salah satu basis

keterpilihan anggota legislatif merupakan fenomena yang harus disikapi

secara serius. Mes kipun jumlahnya belum terlihat besar di bandingkan

basis keterpilihan yang lain nya, hal ini mencerminkan sempitnya ba

sis rekrutmen politik baik yang dilakukan partai politik (DPR ) maupun

jalur perseorangan (DPD).

Di DPR terdapat 13,8% (77 orang dari 560) teridentifikasi memiliki

jaringan keke rabatan dengan elite politik. Dari jumlah tersebut, ada

53% laki-laki (41 orang) dan 47% perempuan (36 orang).

Sedangkan di DPD terdapat 15% (20 orang dari 132) yang teridentifikasi

me miliki jaringan kekerabatan dengan elite politik. Mayoritas adalah

anggota perem puan (13 orang atau 65%) dan anggota laki-laki hanya 7

orang (35%).

Fenomena jaringan kekerabatan di balik keterpilihan anggota legislatif

mencer minkan pencalonan yang rawan politik transaksional yang

melibatkan segelintir orang dalam partai (potensi terjadinya "politik

dinasti"). Selain itu, fenomena kekerabatan juga cenderung meng hilang

kan otonomi individu anggota legislatif dalam kerja-kerja perwakilan

akibat pengaruh pertalian keluarga dengan elite politik yang berkuasa.

7. Mencermati profil dan basis keterpilihan anggota legislatif DPR RI

2014-2019, sangat berpeluang kuatnya dominasi frak si atas otonomi

anggota. Hal ini ter uta ma disebabkan oleh pola basis rekrut men yang

mengandalkan kekuatan finan sial dan kekerabatan untuk men dukung elek

tabilitas yang tinggi. Antara lain di tunjukkan oleh 7 dari 77 anggota

terpilih yang memiliki jaringan kekerabatan ter ma suk dalam 10 besar

peraih suara tertinggi.

Selain itu, kecenderungan semakin kuat nya dominasi fraksi atas

anggota legislatif ditunjukkan pula oleh berimbangnya jumlah inkumben

terpilih dan anggota baru terpilih. Sebagian inkumben yang tidak

terpilih dapat diidentifikasi sebagai anggota yang kritis terhadap

posisi dan kebijakan partai/fraksi. Dengan kondisi ini, harapan agenda

reformasi parlemen dan lahirnya kebijakan yang pro ke pentingan publik

akan berhadapan de ngan kepentingan oligarki (elite politik/ fraksi).

***

PROFIL ANGGOTA DPR RI 2014-2019

PERBANDINGAN JUMLAH KURSI PARPOL HASIL PEMILU 2009 DAN 2014

PARTAI 2009 2014

Nasdem 35

PKB 28 47

PKS 57 40

PDIP 94 109

Golkar 106 91

Gerindra 26 73

Demokrat 149 61

PAN 46 49

PPP 39 38

Hanura 17 16

KURSI ANGGOTA PEREMPUAN DPR RI 2014-2019 (N=97)

PKS 1,03 %

Hanura 2,06 %

Nasdem 4,12 %

PAN 9,28 %

PPP 10,31 %

PKB 10,31 %

Gerindra 11,34 %

Demokrat 13,40 %

Golkar 16,49 %

PDIP 21,65 %

RELEVANSI NOMOR URUT DENGAN KETERPILIHAN CALON

Nomor Urut 1: 62,14 %

Nomor Urut 2: 16,96 %

Nomor Urut 3: 4,46 %

Nomor Urut 4: 4,64 %

Nomor Urut 5: 3,75 %

Nomor Urut 6 dst.: 6,96 %

BASIS KETERPILIHAN ANGGOTA DPR RI 2014-2019

* Sebagian Besar Wajah Baru

Anggota Baru: 57 %

Anggota Inkumben: 43 %

* Anggota Inkumben

Laki-Laki: 83,88 %

Perempuan: 16,12 %

* Basis keterpilihan dari

Anggota DPD/DPRD

Ya: 15 % (Laki-Laki: 83,52 %,

Perempuan: 16,43 %)

Tidak: 85 %

* Basis Keterpilihan dari Elite Ekonomi

Ya: 29 % (Laki-Laki: 91,41 %,

Perempuan: 8,59%)

Tidak: 71 %

* Basis Keterpilihan Berdasarkan Jaringan Kekerabatan

Terlibat: 14 % (Laki-Laki: 53 %, Perempuan: 47%)

Tidak Terlibat: 86 %

* Latar Belakang Pendidikan

Sarjana: 43,06 %

Magister: 38,20 %

Doktor: 8,65 %

SLTA: 8,47 %

Diploma: 1,62 %

* Latar Belakang Pekerjaan

Peneliti: 0,55 %

Pegawai BUMN/BUMD: 0,74

Seniman: 1,29 %

Pemuka Agama: 1,29 %

Menteri/Kepala Daerah:

2,21 %

PNS: 3,32 %

Dosen: 7,20 %

Profesional: 8,86 %

Karyawan Swasta: 11,81

Anggota DPR, DPD,

DPRD: 23,25 %

Pengusaha: 37,45 %

Sumber:Puskapol FISIP UI

Republika.co