Selasa, 07 Desember 2004

Sekilas Berorganisasi di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) UNTAN

Bendera GMNI
Saya mulai beraktivitas di GMNI pada bulan November 2001. Tepat 3 bulan setelah menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak.

Pada saat awal kuliah, saya membaca brosur penerimaan Kader GMNI di dinding Kampus, saat itu saya tidak mengetahui secara detil tentang organisasi mahasiswa ini. Berhubung ada Kontak Person yang ditampilkan disitu, saya mencoba untuk mencari tahu.

Sampailah saat itu saya bertemu dengan salah seorang anggota GMNI yang cukup saya kenal. Beliau adalah Bang Zakaria. Beliau merupakan Kakak Tingkat dan juga salah satu senior saya kenal pada saat Ospek atau Penerimaan Mahasiswa Baru di Kampus.

Melalui beliau, saya diarahkan untuk mengikuti pendidikan Kaderisasi Tingkat Dasar (KTD). Pembukaan KTD dilakukan di Auditorium Lama UNTAN yang berlokasi di Komplek S2 Program Magister Ilmu Hukum. Dilanjutkan di Mess Untan yang tak jauh dari situ. Lokasi yang terjangkau memudahkan saya untuk mengakses pendidikan tersebut.

Pada saat mengikuti KTD, saya mulai mengenal beberapa teman-teman dari kampus yang sama maupun yang berbeda. Saya tidak sendiri dari Kampus Hukum UNTAN. Ada Bung Darman dan Bung Abdul Hadi. Keduanya merupakan teman satu angkatan. Dari Kampus Ekonomi saya mengenal Bung Zuni (Kelak Menjadi Ketua DPC GmnI Kota Pontianak).

Selain Peserta, di Forum KTD itu juga bertemu dengan Senior GMNI yang lainnya. Ada Bang Isa, Bang Wawan, dan Bang Zack Tentunya. GMNI merupakan organisasi ekstrakurikuler mahasiswa pertama dan terakhir yang saya ikuti selama menempuh pendidikan di Bangku Kuliah.

Materi Pendidikan di GMNI pada waktu itu sangat minim saya dapatkan. Selain Pengetahuan tentang Keorganisasian, kami juga diberi gambaran tentang sejarah, nasionalisme, ideologi dan lain-lain. Sampai pada akhir pertemuan tersebut. Kami di arahkan untuk menggeluti organisasi intrakurikuler yang berada di Kampus. Pilihan Organisasi tersebut dikembalikan kepada kami. Apakah mau memilih organisasi jurusan, pecinta alam, seni maupun bakat minat yang lainnya.

Berikutnya saya sadari bahwa perjalanan 1000 KM diawali dari langkah pertama. Disinilah saya belajar pertama kali tentang Organisasi Mahasiswa.

Next, Saya akan bahas tentang pengalaman dan kegiatan yang pernah saya ikuti dalam organisasi.


Kamis, 28 Oktober 2004

Sejarah Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda adalah bukti otentik bahwa tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Oleh karena itu sudah seharusnya segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.

 Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo:
Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga. [1] Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin
Isi Sumpah Pemuda :
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.


Panitia Kongres
Dalam upaya mempersatu wadah organisasi pemuda dalam satu wadah telah dimulai sejak Kongres Pemuda Pertama 1926. Oleh sebab itu, tanggal 20 Februari 1927 telah diadakan pertemuan, namun pertemuan ini belum mencapai hasil yang final.
Kemudian pada 3 Mei 1928 diadakan pertemuan lagi, dan dilanjutkan pada 12 Agustus 1928. Pada pertemuan terakhir ini dihadiri semua organisasi pemuda dan diputuskan untuk mengadakan Kongres pada bulan Oktober 1928, dengan susunan panitia dengan setiap jabatan dibagi kepada satu organisasi pemuda (tidak ada organisasi yang rangkap jabatan) sebagai berikut:
Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
Wakil Ketua: R.M. Joko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond)
Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I: Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III: R.C.I. Sendoek (Jong Celebes)
Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
Pembantu V: Mohammad Rochjani Su'ud (Pemoeda Kaoem Betawi)

Kongres Pemuda Ke Dua
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia.

Para peserta Kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie namun sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda

Senin, 16 Agustus 2004

40 Tahun Pidato Trisakti Bung Karno : Vivere Pericoloso

Dalam pidatonya menyambut Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1964, Bung Karno mengambil judul “Tahun Vivere Pericoloso”  sebuah istilah berasal dari Bahasa Italia, yang artinya kira-kira “Hidup dalam suasana penuh bahaya”,  pidato ini mengungkapkan tiga paradigma besar yang bisa membangkitkan Indonesia menjadi bangsa yang besar baik secara politik maupun ekonomi.

TRISAKTI KONSEPSI BUNG KARNO

Tri sakti yang di maksudkan Bung Karno adalah, Pertama, “Berdaulat dalam politik”.  Pemikiran Bung Karno ini bukan lahir dari ruang hampa, Bung Karno telah lama melakukan analisa terhadap kondisi masyarakat Indonesia. Melalui kontemplasi disimpulkan bahwa penderitaan rakyat Indonesia disebabkan sistem menindas dan memeras kolonialisme dan imperialisme yang lahir dari rahim kapitalisme dan feodalisme bangsa sendiri.
Sebagai antithesis kolonialisme dan imperialisme Bung Karno menekankan “Nasionalisme”, nasionalisme yang hidup di taman sarinya internasionalisme, nasionalisme yang ingin mengangkat harkat dan derajat hidup manusia, nasionalisme yang berperikemanusiaan, tidak menginginkan terjadinya I’exploitation de nation par nation (penindasan suatu bangsa terhadap bangsa lain), maupun I’exploitation de l’homme par I’homme (penindasan manusia terhadap manusia lain). Dengan demikian maka dapatlah dipahami bahwa watak dari Nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalisme yang chauvinistik, melainkan nasionalisme yang berperikemanusiaan, nasionalisme yang menginginkan terwujudnya kesejahteraan bersama, atau Sosio-Nasionalisme.
Diatas negara bangsa merdeka itu dibangun demokrasi yang mengabdi kepada kepentingan Rakyat,  bukan mengabdi kepada klas borjuasi dan kapitalis. Demokrasi bukanlah sekedar kebebasan, melainkan “tegaknya keberdayaan dan kedaulatan Rakyat”. Rakyatlah yang harus berdaulat, dan kedaulatan itu dipergunakan untuk melahirkan kesejahteraan rakyat, mendatangkan keadilan sosial. Demokrasi yang ingin ditegakkan adalah Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi.

Berdikari di Bidang Ekonomi, sebagai konsep kedua Tri Sakti (demokrasi ekonomi), tidak dapat dipisahkan dengan konsep pertama “Berdaulat di bidang Politik” (Demokrasi Politik). Melalui demokrasi ekonomi Bangsa Indonesia anti terhadap kolonialisme dan imperialism, berarti secara inplisit anti terhadap kapitalisme yang melahirkan eksploitasi terhadap manusia (imperialism).
Kapitalisme dalam pandangan Bung Karno adalah : sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dengan alat produksi. Kapitalisme timbul dari cara produksi, yang menjadi sebab nilai lebih tidak jatuh ketangan kaum buruh, melainkan ketangan pengusaha. Kapitalisme meyebabkan akumulasi kapital, konsentrasi kapital, sentralisai kapital, dan indutrieel reserve-armee (barisan penganggur). Kapitalisme mempunyai arah kepada verelendung (memelaratkan kaum buruh).
Bung Karno dalam Pledoinya “Indonesia Menggugat”dihadapan pemerintah Belanda 18 Agustus 1930 mengatakan, terjadi sekarang ini, fase imperialisme moderen lewat Kapitalisme sudah kita hadapi. Cengkraman kuku-kuku imperialisme dan bujuk rayu kaum imperialis sudah mulai kita rasakan. Sebagian besar dari bangsa ini menikmatinya sebagai upaya untuk menumpuk kekayaan dengan cara menjadi boneka kaum imperialis, dan sebagiannya lagi merasakan ketertindasan. Oleh karena itu, Bung Karno menekankan bahwa bangsa Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri dalam mengatur perekonomian demi kesejahteraan rakyat.

Ketiga, berkepribadian dalam kebudayaan. Aspek budaya bagi Bung Karno sama pentingnya dengan  aspek lainnya. Bangsa Indonesia harus menghormati budaya warisan nenek moyang dan menghargai nilai – nilai luhur kebudayaan di masyaraskat. Karakter dan kepribadiaan budaya Nusantara haruslah di jaga dan dilestarikan. Misalnya budaya gotong royong yang melambangkan kolektifitas sebuah komunitas yang guyub dan berbagai karya budaya yang mewarnai dunia seni. Indonesia memiliki kekayaan budaya., seperti budaya Jawa yang kaya akan nilai luhur. Misalnya di katakan bahwa masyarakat Jawa sangat menghargai aturan yang formal. Etika dan aturan yang lahir dari keputusan formal pasti akan dilegitimasi secara kolektif oleh masyarakat. Kandungan budaya seperti ini sangat bagus dalam memperkuat demokrasi karena proses demokratisasi pada beberapa sisi mengandung etika dan nilai – nilai yang formal. Ini membuktikan keyakinan Bung Karno bahwa budaya kita adalah budaya yang luhur dan mendukung kepribadian bangsa Indonesia. 

 Menurut Bung Karno “Nation Building dan Character Building” harus diteruskan sehebat-hebatnya demi menunjang kedaulatan politik kita.”

Kamis, 08 April 2004