Kamis, 02 Agustus 2012

Bung Karno Orang Besar Di Skala Internasional

BUNG KARNO ORANG BESAR DI SKALA INTERNASIONAL

(Oleh :A. Umar Said)

Renungan dan catatan tentang BUNG KARNO (2)

(Sebagai ganti kata pengantar : Mengapa Bung Karno perlu “diangkat” kembali pada tempatnya yang semestinya? Apakah ada gunanya bagi bangsa kita, dewasa ini dan juga untuk selanjutnya, mengenang kembali dan mempelajari segala persoalan yang bekaitan dengannya? Apakah artinya Bung Karno bagi perjuangan bangsa Indonesia? Apakah ajaran-ajaran Bung Karno masih perlu dijadikan bahan pemikiran? Apakah Bung Karno itu berhaluan “kiri”? Mengapa Bung Karno mencetuskan gagasan NAS-A-KOM? Mengapa Bung Karno telah digulingkan dari kedudukannya sebagai presiden? Marhaenisme itu sebenarnya apa? Mengapa Bung Karno dimusuhi oleh kekuatan-kekuatan pro-imperialisme dan kolonialisme? Apa sajakah akibat digulingkannya Bung Karno bagi kehidupan bangsa dan negara kita? Mengapa Bung Karno dicintai rakyat? Di mana sajakah perbedaan antara Bung Karno dan Suharto?)

Dalam rangka Peringatan Peringatan 100 Tahun Bung Karno dapatlah kiranya diduga bahwa akan terus muncul beraneka-ragam tulisan - atau karya-karya dalam bentuk lainnya - yang menelaah berbagai aspek tentang tokoh besar bangsa kita ini, baik yang berkaitan dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan maupun perannya sebagai kepala negara dan pemersatu bangsa. (Termasuk juga beragam analisa atau pendapat tentang hal-hal yang berkaitan dengan situasi sebelum dan sesudah peristiwa 1 Oktober 1965).

* * *

Tulisan kali ini dimaksudkan sebagai sumbangan untuk bersama-sama merenungkan kembali peran dan tempat Bung Karno bagi perjuangan rakyat Asia-Afrika (dan Amerika Latin) waktu itu. Sebab, dalam segi ini jugalah terletak kebesaran atau keagungan Bung Karno. Mungkin, bagi sebagian terbesar diplomat tua negeri kita (baik yang sudah mantan, mau pun yang masih aktif dewasa ini, terutama yang menghayati arti gagasan-gagasan Bung Karno ) apa yang dikemukakan dalam tulisan kali ini bukanlah sesuatu hal yang baru. Demikian juga bagi mereka yang pernah aktif dalam berbagai kegiatan internasional waktu itu. Mungkin mereka masih ingat betapa tingginya penghargaan rakyat berbagai negeri Asia-Afrika terhadap Bung Karno. Sampai sekarang pun, nama Bung Karno masih tetap terkenal di kalangan pimpinan negara maupun gerakan-gerakan rakyat di berbagai negeri.

Oleh karenanya, generasi muda dewasa ini (dan juga yang akan datang) perlu sekali mengetahui dengan selayaknya akan satu hal, yaitu : bahwa Bung Karno adalah tokoh besar dalam skala internasional, dan terutama sekali dalam skala Asia Afrika. Dan, bahwa Bung Karno pernah menjadi bintang, atau menjadi idola, bagi para gerakan-gerakan progressif di berbagai negeri Asia-Afrika. Juga, bahwa karenanya, Bung Karno patut menjadi kebanggaan bangsa kita, baik sekarang mau pun di masa-masa yang akan datang. Kita patut mengetahui dengan baik bahwa kebesaran gagasan-gagasan Bung Karno tidak hanya mencakup persoalan-persoalan Indonesia saja, melainkan juga berbagai persoalan internasional yang terjadi pada masa hidupnya.

Sejarah bangsa kita selama 100 tahun telah makin meyakinkan kita, bahwa sampai sekarang ini, Bung Karno adalah pemimpin TERBESAR bangsa Indonesia. Dan, bahwa walaupun mungkin di kemudian hari akan muncul pemimpin-pemimpin besar lainnya di Indonesia (mudah-mudahan), maka Bung Karno akan tetap menduduki tempat yang penting dan terhormat dalam sejarah bangsa Indonesia. Untuk mencegah supaya kita tidak terjerembab dalam pengungkapan-pengungkapan yang superlatif (berlebih-lebihan, atau serba “paling”), berbagai faktor sebagai berikut di bawah ini, dapatlah kiranya dipakai bersama sebagai bahan renungan.

KEBESARAN BUNG KARNO ADALAH SEJAK MUDA

Adalah satu hal yang penting untuk sama-sama kita ingat bahwa kebesaran Bung Karno tentang berbagai persoalan bangsa - termasuk masalah perjuangan dalam skala internasional melawan imperialisme dan kolonialisme – adalah sudah di sandangnya sejak muda. Sejak sekolah menengah (HBS, sekolah menengah Belanda) Bung Karno sudah tertarik kepada masalah-masalah politik. Ketika ia “in de kost” di rumah pemimpin Sarekat Islam Haji O.S.Tjokroaminoto di Surabaia ia sudah bergaul dengan Semaun dan Muso (mereka berdua ini kemudian menjadi pemimpin PKI), dan mengenal berbagai tokoh-tokoh perjuangan waktu itu.

Ketika umurnya sudah melewati 20 tahun, ia sudah mulai menulis artikel-artikel yang mencerminkan sikapnya melawan kolonialisme Belanda (dengan nama samaran). Setelah tammat belajar di Technische Hooge School (sekarang ITB) dalam tahun 1925, dan ketika masih berumur 27 tahun, ia bersama-sama dengan kawan-kawan dekatnya (antara lain : Dr Cipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Cokrohadisuryo, Mr Sunaryo) ia telah mendirikan Partai Nasional (PNI) pada tanggal 4 Juli 1927. Tujuan PNI adalah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dalam tahun itu juga, pada tanggal 29 Desember 1927, ia telah ditangkap oleh pemerintahan Belanda, dengan tuduhan melakukan makar. Bung Karno beserta kawan-kawannya dipenjarakan di Sukamiskin (Bandung), tetapi kemudian mendapat grasi.

Di depan pengadilan Belanda di Bandung, Bung Karno mengucapkan pidato pembelaan yang berjudul “Indonesia Menggugat”, yang kemudian menjadi sumber inspirasi perjuangan bagi banyak golongan lainnya waktu itu. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda, “Indonesia Menggugat” ini merupakan dokumen penting bangsa. (Adalah baik diketahui bahwa dalam “Indonesia Menggugat” telah diangkat berbagai masalah internasional yang penting).

Agaknya, dari segi ini pulalah kita semua bisa menelaah sikap, atau pandangan, atau politik Bung Karno selama perjuangannya, sampai ketika menjadi kepala negara. Singkatnya, karena sejak mudanya, ia sudah berjuang puluhan tahun sebagai nasionalis melawan secara gigih kolonialisme, maka ia mempunyai simpati yang besar - atau perasaan yang mendalam sekali – terhadap perjuangan bangsa atau rakyat lainnya di berbagai negeri melawan kolonialisme dan imperialisme waktu itu. Dan karena sesudah Perang Dunia ke-II masih banyak negeri-negeri yang masih dijajah atau sedang mempunyai persoalan-persoalan besar dengan kolonialisme (terutama di Asia dan Afrika), maka sikap Bung Karno ini juga tercermin dalam banyak tindakan dan politiknya, sampai menjelang terjadinya peristiwa 1 Oktober 1965 (tentang soal ini bisa diungkap dalam tulisan tersendiri).

BUNG KARNO ADALAH MUSUH KUBU BARAT

Sekarang, kalau kita menoleh ke belakang, dan memandang persoalan-persoalan dengan kaca-mata yang bening, maka akan nyatalah bahwa ada berbagai faktor yang menyebabkan Bung Karno mempunyai sikap yang memihak perjuangan berbagai negeri dalam melawan kolonialisme dan imperialisme (kasarnya, kubu Barat, waktu itu). Demikian juga, mengapa ia selalu menganjurkan persatuan bangsa dan selalu menganjurkan kewaspadaan bangsa akan adanya musuh-musuh yang membahayakan Republik Indonesia.

Revolusi 17 Agustus 45 dan didirikannya Republik Indonesia adalah pukulan berat bagi kekuasaan Belanda yang sudah 300 tahun menjajah dan mengeruk kekayaan Indonesia. Dalam konteks geo-politik waktu itu, adalah jelas sekali bahwa kekalahan Belanda menimbulkan semacam “solidaritas” di kalangan kekuatan “kubu Barat”. Itulah sebabnya mengapa Republik Indonesia, sejak diproklamasikannya oleh Sukarno-Hatta, terus-menerus menjadi sasaran berbagai aksi-aksi subversi mereka dalam berbagai bidang.

Sejak selesainya Perang Dunia, kubu Barat melihat betapa pentingnya kedudukan strategis negeri kepulauan Indonesia dalam konteks geo-politik di benua Asia. Setelah kemenangan revolusi Tiongkok yang dipimpin oleh Mao Tse Tung dan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (1949),dan kemudian disusul oleh pecahnya Perang Korea (sampai 1953), maka Amerika Serikat makin melihat betapa pentingnya bagi kubu Barat untuk berusaha supaya Indonesia bisa berada difihak Barat. Apalagi, setelah pecahnya perang Indo-Cina, maka kekuatiran dunia Barat akan terlaksananya “teori domino” menjadi makin membesar.

Karena itulah, maka mulai 1950-an, Amerika Serikat (dengan dibantu oleh Belanda dan Inggris) melakukan berbagai “operasi”, baik yang bersifat subversi maupun beraneka-ragam “intervensi” di berbagai bidang. Apalagi, dengan kemenangan PKI dalam pemilu tahun 1955, maka kubu Barat (terutama Amerika Serikat) makin melihat “bahaya” yang terdapat di bumi Indonesia. “Bahaya” ini termanifestasikan pada sosok Sukarno, seorang nasionalis yang berhaluan kiri, yang telah menggegerkan dunia dengan terselenggaranya konferensi Bandung dalam tahun 1955 (tentang soal ini ada catatan tersendiri).

Berbagai pergolakan politik dan juga pembrontakan bersenjata yang terjadi berturut-turut sejak zaman revolusi sampai 1965 menunjukkan bahwa berbagai bahaya selalu mengancam Republik Indonesia dan bahkan juga keselamatan pribadi Bung Karno sendiri. Sejak 1950 sampai 1965 telah terjadi 7 kali percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno, yaitu : penggranatan di Cikini, usaha pembunuhan dalam peristiwa Idhul Adha, pembrondongan dari pesawat udara oleh Maukar, penggranatan di Makassar, pencegatan bersenjata di dekat gedung Stanvac, pencegatan bersenjata di selatan Gunung Salak,

Percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno yang begitu sering dan dalam waktu yang tidak begitu panjang adalah sesuatu yang jarang terjadi terhadap kepala negara di dunia. Ini menunjukkan bahwa Bung Karno, yang jelas-jelas dicintai oleh rakyat karena telah membuktikan dirinya sebagai pejuang kemerdekaan bangsa selama puluhan tahun, mempunyai cukup banyak musuh, baik yang datang dari dalam negeri maupun luarnegeri. Pergolakan daerah atau pembrontakan bersenjata yang terjadi berkali-kali adalah salah satu di antara berbagai sebab mengapa ia selalu menganjurkan persatuan bangsa dan mengatakan bahwa revolusi belum selesai (ingat, antara lain : pembrontakan Andi Azis di Makasar, pembrontakan RMS, pembrontakan DI-TII, pembrontakan PRRI-Permesta dll).

DI BAWAH BENDERA REVOLUSI

Adalah sangat menarik untuk sama-sama kita telaah, sekarang ini (!), mengapa Bung Karno selalu berbicara tentang persatuan, atau persatuan revolusioner, dan juga tentang revolusi, dalam hampir setiap pidatonya. Bagi kita semua (apalagi bagi generasi muda dewasa ini!) adalah baik sekali untuk membaca dan merenungkan kembali pidato-pidato atau karya asli Bung Karno, untuk berusaha mengerti mengapa ia mengambil sikap yang demikian, dalam konteks situasi dalamnegeri dan situasi internasional WAKTU ITU (mohon perhatian bahwa dua kata itu digaris-bawahi). Fikirannya tentang perjuangan bangsa dan gagasannya mengenai pentingnya persatuan ini tercermin dengan jelas dalam buku “Di bawah Bendera Revolusi”. (tentang buku ini ada cetatan tersendiri).

Terutama sekali, buku DBR (Di bawah Bendera Revolusi) jilid kedua, yang berisi kumpulan 20 pidato Bung Karno setiap Hari Ulangtahun 17 Agustus, sejak 1945 sampai 1964 (598 halaman) dengan jelas menggambarkan mengapa ia begitu “gandrung” (mendambakan sekali, mencintai) kepada persatuan revolusioner bangsa, dan mengapa ia selalu mengingatkan bahwa revolusi bangsa belumlah selesai dengan hanya sudah terbentuknya Republik Indonesia. Pandangannya itu didasarkan pada pengalaman bangsa kita sebelum kemerdekaan, tetapi juga sesudah berdirinya Republik Indonesia. Bahkan, bukan itu saja. Bung Karno, dalam konteks internasional waktu itu (!) melihat bahwa apa yang dialami bangsa Indonesia ada persamaannya dengan bangsa atau rakyat berbagai negeri, terutama di Asia dan Afrika. Oleh karena itu, Bung Karno menaruh simpati kepada lahirnya Republik Rakyat Tiongkok, kepada perjuangan rakyat Vietnam melawan Perancis dan AS, kepada perjuangan rakyat Aljazair melawan kolonialisme Prancis dll dll. Singkatnya, simpatinya atau dukungannya kepada rakyat yang sedang berjuang terhadap imperialisme dan kolonialisme adalah salah satu ciri yang menonjol sekali Bung Karno.

Penghargaan bangsa-bangsa lain terhadap Bung Karno memuncak dengan diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika di Bandung dalam tahun 1945. Konferensi Bandung adalah sumbangan yang amat besar kepada banyak rakyat dan negeri-negeri yang sedang berjuang. Dan, dalam hal ini peran Bung Karno adalah amat besar (tentang Konferensi Bandung ini ada catatan tersendiri). Oleh karenanya, sejak itu, nama Soekarno disanjung-sanjung di banyak negeri, terutama di Asia-Afrika. Bung Karno pernah menjadi kebanggaan banyak orang, bukan saja di Indonesia, melainkan juga di luarnegeri. (Berdasarkan pengamatan penulis sendiri, yang pernah menjabat sebagai pengurus Persatuan Wartawan Asia-Afrika, baik di Jakarta maupun kemudian di Peking, tidak salahlah kalau dikatakan bahwa Bung Karno pernah menjadi bintang kejora bagi perjuangan banyak rakyat Asia-Afrika).

TEMPAT BUNG KARNO DI SKALA INTERNASIONAL

Sekarang, mungkin banyak orang yang tidak tahu, bahwa selama di bawah pimpinan Bung Karno nama Indonesia mendapat tempat yang terhormat dalam berbagai konferensi internasional atau badan-badan internasional. Terutama bagi gerakan-gerakan progresif di berbagai negeri yang melawan imperiaslime dan kolonialisme waktu itu, nama Soekarno dan Indonesia merupakan sumber inspirasi perjuangan.

Bung Karno adalah salah satu di antara sejumlah kecil pemimpin-pemimpin Asia-Afrika yang mendorong, membantu, atau bersimpati terhadap lahirnya berbagai gerakan yang berskala Asia-Afrika. Sikapnya itu mencerminkan bahwa ia konsisten terhadap prinsip atau tujuan perjuangannya sejak usia-mudanya. Di samping itu, sikapnya yang demikian itu juga didasarkan pada situasi kongkrit dan kebutuhan kongkrit yang dihadapi oleh Republik Indonesia sendiri. Oleh karena itu, ia membantu diselenggarakannya Konferensi Wartawan Asia-Afrika di Jakarta dalam tahun 1963, yang melahirkan Persatuan Wartawan Asia-Afrika dan berkedudukan di Jakarta pula (mengenai soal ini ada catatan tersendiri). Bung Karno juga membantu terselenggaranya di Indonesia sidang-sidang Konferensi Pengarang Asia-Afrika. (di Bali).

Politik Bung Karno yang menyatukan perjuangan rakyat Indonesia dengan perjuangan rakyat–rakyat berbagai negeri melawan imperialisme dan kolonialisme (sekali lagi: waktu itu) membuat nama Indonesia menjadi terhormat di berbagai badan internasional. Beraneka-ragam gerakan atau organisasi massa Indonesia yang terkemuka menjadi wakil presiden atau anggota sekretariat dalam beraneka-ragam organisasi internasional di berbagai bidang, antara lain Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Colombo, Konferensi Jurist Asia-Afrika di Conakry (Guinea), demikian juga dalam badan-badan internasional lainnya seperti mahasiswa, serikat buruh, wanita, sarjana, dll.

Dalam konteks situasi internasional waktu itu, ketika Perang Dingin antara Blok Timur dan Blok Barat masih berkecamuk dengan hebatnya, Bung Karno bersama-sama pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya, telah menggariskan politik luarnegeri yang bebas-aktif dan non-blok. Bung Karno adalah satu di antara para negawaran besar lainnya (Tito dan Jawaharlal Nehru dll) yang menjadi promotor gerakan non-blok. Dari segi ini pulalah bisa dilihat kebesaran gagasan-gagasan Bung Karno dalam bidang internasional.

Di selenggarakannya Konferensi Internasional Anti Pangkalan Militer Asing (KIAPMA) di Jakarta dalam bulan Oktober 1965 adalah manifestasi yang gamblang politik bung Karno dalam melawan imperialisme dan kolonialisme sambil mempertahankan prinsip-prinsip gerakan non-blok waktu itu. (Patut dicatat di sini bahwa pidatonya di KIAPMA - di Hotel Indonesia - inilah merupakan pidatonya yang terakhir di depan masyarakat internasional).

REVOLUSI YANG BELUM SELESAI

Peringatan 100 Tahun Bung Karno adalah kesempatan bagi bangsa kita untuk mengenal, atau lebih mengenal lagi, atau mengenang kembali segala soal yang berkaitan dengan Bung Karno. Dalam kesempatan ini perlulah diusahakan supaya karya-karyanya bisa dikenal, dan dikaji oleh sebanyak mungkin orang. Dengan membaca karya-karyanya, kita akan lebih mengerti apakah sebenarnya tujuan perjuangan Bung Karno. Setelah mengerti tujuan politik Bung Karno, dan kemudian membandingkannya dengan situasi negeri dewasa ini, maka kita bisa makin yakinlah bahwa gagasan-gagasan Bung Karno adalah agung sekali !!! Dan juga lebih yakin lagi bahwa sistem politik Orde Baru/Golkar adalah salah, karena bertentangan sama sekali dengan berbagai ajaran dan gagasan Bung Karno.

Membaca kembali karya-karya Bung Karno akan menggugah kita semua bahwa revolusi bangsa menuju masyarakat adil dan makmur - yang selalu didengung-dengungkannya - memanglah betul-betul belum selesai dan bahwa adalah tugas kita bersama untuk meneruskan revolusi ini. Yaitu, meneruskan revolusi dalam situasi nasional yang sudah berobah dan juga situasi internasional yang sudah mengalami berbagai transformasi, sehingga memerlukan syarat-syarat atau cara dan bentuk baru, sesuai dengan kondisi kongkrit sekarang ini.

Tiga puluh tahun yang lalu Bung Karno sudah meninggalkan bangsa dalam keadaan yang menyedihkan, sebagai akibat tindakan para pendiri Orde Baru. Sekarang ini, makin terasa bagi banyak orang, bahwa dengan hilangnya Bung Karno sebagai kepala negara dan pimpinan nasional, maka bangsa kita telah kehilangan pedoman perjuangan menuju masyarakat adil dan makmur, seperti yang dicita-citakan oleh proklamasi 17 Agustus. Banyak orang makin melihat bahwa Bung Karno adalah ORANG BESAR pada zamannya, dan yang juga akan tetap terus besar dalam ingatan bangsa Indonesia, berkat perjuangannya dan juga gagasan-gagasannya.

Hanya karena politik Orde Barulah maka kebesaran Bung Karno ini dikerdilkan selama puluhan, atau bahkan dicoba untuk dihapus dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Tugas bersama kitalah, sekarang, untuk memberikan tempat yang selayaknya, atau semestinya, kepada Bung Karno kita ini.

Paris, 2 April 2001