Kamis, 05 April 2012

Seni tato dan telinga panjang menjadi ciri khas atau identitas yang
sangat menonjol sebagai penduduk asli Kalimantan. Dengan ciri khas dan
identitas itulah yang membuat suku Dayak di kenal luas hingga dunia
internasional dan menjadi salah satu kebanggan budaya yang ada di
Indonesa.
Namun tradisi ini sekarang justru semakin ditinggalkan dan nyaris
punah. Trend dunia fashion telah mengikis budaya tersebut . Kalaupun
ada yang bertahan, hanya sebagian kecil golongan generasi tua suku
Dayak yang berumur di atas 60 tahun. Generasi suku Dayak diatas tahun
80-an.
Tidak ada yang tahu secara pasti kapan suku Dayak mulai melakukan
tradisi ini, semua menyatakan mengikuti tadisi yang diyakini juga
seabgai tatanan kehidupan sosial suku Dayak. Secara tatanan sosial dan
tradisi budaya Dayak, telinga panjang ini merupakan identitas yang
tidak bisa di pesahkan dengan kehidupan sosial.
PERTANDA WANITA BANGSAWAN
Menurut asal-usulnya ratusan tahun lalu, budaya telinga panjang bukan
hanya dilakukan wanita, pria juga ada yang memanjangkan telinga. Dan
yang memanjangkan telinga hanya kaum bangsawan suku Dayak. Ini
menandakan bahwa yang yang bersangkutan adalah keturunan bangsawan
Dayak.
Telinga panjang pada Wanita Dayak menunjukkan dia seorang bangsawan
sekaligus untuk membedakan dengan perempuan yang dijadikan budak
karena kalah perang atau tidak mampu membayar utang.
Disamping itu telinga panjang digunakan sebagai identitas untuk
menunjukkan umur seseorang. Begitu bayi lahir, ujung telinga diberi
manik-manik yang cukup berat. Setiap tahun, jumlah manik-manik yang
menempel di telinga bertambah satu. Karena itu, kalau ingin mengetahui
umur seseorang, bisa dilihat dari jumlah manik-manik yang menempel di
telinga. Jika jumlahnya 60, maka usianya pasti 60 tahun karena
pemasangan manik-manik tidak bisa dilakukan sembarangan, cuma setahun
sekali.
Agar daun telinga menjadi panjang, biasanya daun telinga diberi
pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang atau berbentuk gasing
ukuran kecil. Dengan pemberat ini daun telinga akan terus memanjang
hingga beberapa sentimeter.
Selain sebagai status sosial dalam kehidupan masyarakat, telinga
panjang juga di nilai dari segi kecantikannya. Semakin panjang telinga
seorang wanita Dayak, maka pemilik telinga semakin cantik.

MULAI PUNAH
Seiring perkembangan jaman dan medernisasi yang perlahan tapi tapi
mulai masuk dan menggeser tradisi turun temurun ini. Telinga panjang
mulai punahn, menurut informasi yang kami dapatkan adalah ketika mulai
masuknya para misionaris ke daerah pedalaman di perkampungan Dayak
pada zaman kolonial Belanda dulu.
Tapi tidak ada yang tahu persisnya kapan mulai punah, tapi rata-rata
yang masih mempertahankan budaya telinga panjang adalah wanita suku
Dayak yang berusia diatan 60 tahun. Sedangkan genersi sekarang sudah
tidak ada. Budaya ini pun semakin terkikis habis ketika terjadi
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia di daerah perbatasan
Kalimantan.
Saat itu berkembang stigma di masyarakat, mereka yang berdaun telinga
panjang dan tinggal di rumah- rumah panjang, yang dihuni beberapa
keluarga, merupakan kelompok masyarakat yang tidak modern. Tidak tahan
terhadap pandangan seperti itu, akhirnya beberapa warga memotong
telinga panjangnya.
Stigma semacam ini terus berlangsung hingga sekarang. Kalangan
generasi muda Dayak tidak mau lagi membuat telinga panjang karena
takut dianggap ketinggalan zaman dan tidak modern. Hanya sebagian
kecil masyarakat Dayak yang masih memegang teguh tradisi berdaun
telinga panjang, dan itu pun jumlahnya sangat minim.