Rabu, 30 Mei 2012

SAMPAH

SAMPAH
Ya, judul tulisan ini tentang sampah, bukan tentang menyampah di dunia maya tapi tentang sampah. 6 huruf ini bagi penulis sangat berarti. Sampah. Apa itu sampah?? Seringkali kita melihat tulisan ini terpampang dijalan-jalan. BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA. Begitulah ejaan yang sering dibaca oleh anak TK sampai orang dewasa. Jika kita melihat di komputer, ada simbol tong sampah, biasa kita baca dengan nama RECYCLE BIN.
Semua orang pasti mengenal sampah, dan kadang-kadang kata sampah ini ditujukan kepada seseorang, yang jelas menunjuk kesesuatu yang tidak disenangi. Seperti kalimat ini : “SAMPAH LOE!!!”. Walaupun terdengar kasar, tapi kata-kata ini sering diucapkan disaat orang mulai terlihat emosi. Tapi tidak semua sampah dihasilkan oleh emosi. Ini yang patut kita renungi bersama.
Sampah, mungkin bagi sebagian orang tulisan ini adalah sampah. Tapi ya tidak masalah, saya akan melanjutkan tulisan sampah ini agar kita merasa bahwa tulisan ini ada manfaatnya.
Kalo ditanya kenapa saya mengangkat tulisan tentang sampah??? Karena sampah ini merupakan kerjaan saya tiap malamnya. Membuang Sampah Pada Tempatnya.
Saya tinggal di salah satu kampung di ibu kota provinsi, seharusnya kampung saya terbebas dari masalah sampah. Lagipula kota ini pernah meraih Penghargaan Adipura, mungkin beberapa ratus tahun yang lalu. Sehingga Kota yang bersih seakan menjadi kenangan dalam sebuah nostalgia kakek atau nenek di masa silam.
Dalam riwayat yang pernah diceritakan sebelum saya tidur dimasa lalu, ayah saya selalu membanggakan kota ini. Kota Seribu Parit atau Venessia van Borneo. Mungkin kota dengan seribu kanal, entah apalagi namanya. Yang saya ingat dongeng sebelum tidur itu selalu terngiang-ngiang di telinga saya hingga dewasa. Tapi saya heran, dongeng yang sama juga saya dengar di pojok-pojok warung kopi tempat biasa saya nongkrong, tentu dituturkan oleh orang tua yang berusia setengah abad. Dan yang saya rasakan bahwa kota dengan kanal-kanal itu memang ada. Tapi lagi-lagi saya harus membantahnya, karena apa yang saya lihat jauh panggang dari api.
Kembali ke judul tulisan ini, yah tentang sampah. Awal titah untuk membuang sampah di tempatnya sangatlah berat bagi saya. Bukan karena saya tidak peduli lingkungan, tapi lebih dikarenakan penyakit MALAS yang saya derita sejak dulu. Lagipula membuang seonggok sampah ke tempatnya butuh waktu 10-15 menit, itu berarti saya juga harus menahan nafas untuk tidak mencium bau yang menyengat dari kantong-kantong plastik tersebut. Akhirnya saya punya siasat jitu, saya akan membawa sampah tersebut sambil merokok.Untunglah merokok dijalan sambil berkenderaan belum dilarang oleh pemerintah kota. Tiap jam 7 malam saya turun untuk membawa sampah tersebut ketempatnya, berbeda kampung, hanya selisih beberapa ratus meter dari rumah orang tua saya.
Saya yakin sebagian pembaca juga merasakan hal yang sama, malas untuk mengangkut sampah plastik dan akhirnya membayar uang iuran kebersihan, dan setiap pagi sampah-sampah yang telah kita simpan di tempatnya, raib dibawa oleh petugas kebersihan.
Sampah menurut hikayat yang pernah saya dengar terbagi menjadi dua, sampah organik dan sampah non organik. Bedanya hanya pada proses penguraian. Ahli sampah tentu mengetahui hal ini. Silakan dilanjutkan saja.....
Kembali ke cerita saya tadi, gumaman atas sampah tidak berhenti sampai disitu, saran dan pendapat untuk mengelola sampah pun banyak saya dengar. Lagi-lagi kalo hanya dengar teori, besok atau lusa sampah tersebut telah menggunung. Seringkali kita dengar tentang bencana banjir dikota-kota besar, sebagian kalangan menuding bahwa masyarakat bersalah dengan membuang sampah sembarangan ke kali maupun sungai, dan disisi masyarakat mengatakan bahwa banjir datang karena hujan yang tak berhenti sehingga sungai pun meluap. Namun terlepas dari perdebatan tersebut, saya melihat ada benang merah antara pemerintah dan masyarakat dalam persoalan sampah ini.
Ini bukan janji calon kepala daerah, tapi sekali ini tentang pikiran saya yang enggan untuk membuang sampah pada tempatnya. Jika saya menjadi walikota atau bupati, yang pertama saya lakukan adalah membuat program tentang penanggulangan sampah. Tiap RT atau Dusun akan saya beri kewajiban untuk mencatat jumlah sampah yang telah di produksi di wilayah tersebut. Penanganan Sampah akan saya optimalkan dengan membentuk pasukan Garda Kota, yang berfungsi untuk memanajemen sampah. Perang terhadap sampah akan saya galakkan di setiap penjuru Kota. Tahun Pertama akan diadakan penyuluhan besar-besaran tentang sampah. Perang ini akan saya kobarkan mulai dari rumah dinas sampai rumah ketua RT. Di setiap kecamatan akan saya siapkan satu buah truk besar yang akan mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir. Sementara sambil berjalan saya akan membuka program pemberdayaan penanggulangan sampah. Mulai dari Industri Kreatif sampai Home Industri untuk memanfaatkan limbah dari sampah tersebut. Sampah-sampah padat yang tak dapat terurai akan saya buang ke laut. Kenapa saya buang ke laut?? Karena didarat sudah tidak ada tempat lagi, jadi tempat yang paling murah untuk membuang sampah adalah di laut. Sementara jika program ini berhasil maka sungai, kali dan kanal di kota ini semakin bersih dan terawat.
Lagi-lagi ini pikiran saya yang enggan untuk membuang sampah di tempat sampah.
31 Mei 2012