Sabtu, 26 Maret 2011

Eksistensi Upacara Tepung Tawar Dalam Era Globalisasi

Masih Eksis di Era Globalisasi dan Modernisasi
Tradisi Upacara Tepung Tawar

UPACARA adat Tepung Tawar kini telah menjadi sebuah keharusan, dan menjadi trend di zaman modern. Kita perlu melirik kembali makna dan tradisi tentang upacara tepung tawar ini. Karena, dulu menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat dalam melaksanakan upacara-upacara, baik upacara di dalam kehidupan rumah tangga maupun upacara bagi masyarakat pada umumnya,


UPACARA tradisi tepung tawar, umumnya banyak dilakukan masyarakat Melayu dan Suku Dayak terutama di daerah Kalimantan Barat (Kalbar). Tapi pada masyarakat umum, upacara tepung tawar yang dikenal ada empat jenis. Yakni Tepung Tawar Badan, Tepung Tawar Mayit, Tepung Tawar Peralatan serta Tepung Tawar Rumah.

M Natsir S Sos Msi, peneliti budaya pada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak, memaparkan, dari empat jenis Tepung Tawar tersebut masing-masing mempunyai perbedaan baik yang menyangkut peralatan maupun bahan-bahan yang dipergunakan.

Seperti Tepung Tawar Badan, komposisinya terdiri dari tepung beras, beras kuning, bertih, daun juang-juang, daun gandarusa, daun pacar, minyak bau (minyak Bugis). Minyak bau nantinya diolesi pada bagian tubun tertentu dan bagi wanita cukup dengan syarat tidak perlu menyentuh bagian tubuh (pusar).

Tradisi tepung tawar badan juga diperuntukan bagi anak kecil yang melaksanakan gunting rambut atau naik ayun (naik tojang), juga dalam melaksanakan pernikahan, khitanan bagi laki-Iaki dan perempuan. Objek yang akan diberikan menurut tata cara yang berlaku, serta dilampas dengan memakai daun juang-juang, maupun daun ribu-ribu yang telah di celupkan pada seperangkat peralatan tepung tawar,

Adapun bagian-bagian yang dikenakan secara berurutan pada kening, bahu kanan, bahu kiri, tangan kanan, tangan kiri, kaki kanan, serta kaki kiri. Sementara paduan berteh dihamburkan pada kiri dan kanan. Ritual tepung tawar tidak bisa dikerjakan sembarangan. Karena menggunakan lafaz khusus yang tidak bisa diungkapkan disini, perlu terlebih dahulu dilakukan ahlinya.

Tepung tawar bisa juga dilakukan bagi keluarga yang meninggal tiga hari dimakamkan, umumnya dilakukan sebagai peralatan yang dipakai mandi mayit. Peralatan yang disimpan diluar rumah di tepung tawar yang disebut dengan acara pesulli (pembersihan peralatan mayit).

Natsir yang juga Staf Edukasi pada Fakltas Fisip Untan ini, menjelaskan, peralatan di kehidupan seperti kendaraan sepeda motor, mobil, sampai pada umumnya kendaraan ini dipasang pada saat baru dipakai dan ketika mengalami musibah. Tujuannya untuk meminta keselamatan dengan keyakinan, bahwa masih ada kekuatan gaib yang mempengaruhi di dalam kehidupan dan tetap memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Tepung tawar mayit dengan tepung tawar yang lain jauh berbeda, hanya minyak bau yang tidak dipakai dan diganti dengan telur ayam yang diletakan pada tong tempat air memandikan mayit,” papar Natsir waktu ditanya itu.

Tujuan dari upacara tepung tawar mayit, agar ahli keluarga yang ditinggalkan senantiasa sabar menerima cobaan dari Allah. Dapat terhindar dari musibah dengan memohon agar dijauhkan dari segala musibah yang datang dengan mohon keselamatan. Tidak hanya manusia dan juga peralatan yang telah dipakai dengan wujud terimakasih telah dipergunakan sebagai peralatan mandi.

Pada pelaksanaan ritual tepung tawar mayit, peralatan yang dilampas dengan daun ribu-ribu serta peralatan lainnya. Peralatan yang sudah bersih, baru boleh dibawa masuk kedalam rumah yang sebelumnya disimpan di luar rumah. Telur yang disimpan pada tong dibuang segera. Tempat pemandian mayit ditaburi dengan abu dapur sebagai ungkapan, bahwa di dalam kehidupan semua pasti mati dan yang telah menjadi laksana abu yang kembali ketempat asalnya.

Upacara ritual tepung tawar peralatan sama seperti tepung tawar yang lainnya, hanya tidak menggunakan miyak bau. Biasanya yang ditepung ini adalah kendaraan baru, maupun kendaraan yang telah mendapat musibah. Seperti, setelah kecelakaan atau kendaraan hilang ditemukan kembali.

Kepercayaan masyarakat dengan menepung tawar kendaraan, dimaksud, kendaraan yang dipergunakan bisa membawa keselamatan. Sebaliknya juga bisa mendatangkan musibah, karena kendaraan tersebut mempergunakan bahan-bahan yang terbuat dari besi. “Hal ini disebut tua besi, bahwa bisa membawa tuah keberuntungan dan juga bisa membawa kerugian,” terang dia.

Kepercayaan ini masih melekat di masyarakat pada umumnya, bahwa besi tersebut mengandung kekuatan gaib, artinya ada penunggunya mahluk halus yang sering mengikuti besi. Sehingga kepercayaan ini tidak tertepas dari memohon, agar kekuatan yang ada dapat menjadi sebuah kekuatan positif, dapat mempengaruhi jiwa pemakainya. Dan meminta izin agar selalu di dalam keselamatan.

Jika ini tidak dilakukan dengan tepung tawar sebagian kepercayaan masyarakat akan mempengaruhi jiwa. Kendaraan bisa menabrak atau ditabrak. Bahkan bisa hilang dicuri, yang biasa diungkapkan dengan kata-kata "sueh?". Lafaz doa yang disebutkan tidak bisa sembarangan melalui tata cara tertentu.

Upacara tepung tawar bagi anak bayi, juga dilakukan dengan upacara ritual dengan segala persiapan yang disediakan bagi ahli keluarga yang mempunyai hajatan. Peralatan yang perlu dipersiapkan dan dengan lengkap, harus sudah ada jika acara dimulai. Adapun perlengkapan alat-alat tersebut antara lain, beras yang ditumbuk dicampur dengan daun pandan dan kunyit dibuat tepung. Daun-daun yang diperlukan untuk alat tepung tawar daun kelapa yang dibuat seperti bunga tapak bebek diberi bertangkai disebut pentawar, dengan jumlah dua buah.

Kemudian daun-daun yang disusun dan diikat, setelah itu dipotong ujung pangkalnya sehingga rata permukaannya disebut tetungkal dengan jumlah tiga buah. Nyiru kecil yang terbuat dari anyaman kulit bambu atau disebut juga layau digunakan untuk mengipas-ngipas badan disebut tudung bakul.

Besi, kayu arus, bekas kayu baker diikat dengan tali disebut mereka pengeras. Benang yang diputarkan diatas kepala menurut mereka mudah-mudahan keluarga itu dapat diikat hatinya menjadi suatu ikatan yang kuat dan kokoh, tak ubahnya seperti benang itu.Tepung yang sudah ditumbuk dan diaduk di dalam tabung bambu yang berukuran garis tengahnya lebih kurang 20 cm, setingginya 18 cm, terbuat dari bambu.

Betung gunanya untuk menyimpan tepung yang sudah diaduk, tabung bambu ini disebut tudung telak. Beras dimasukan ke dalam gantang, sirih, pinang, tembakau, gambir, kapur, uang logam secukupnya disebut pengeras, Beras yang dicelup dengan kunyit disebut beras kuning atau beras kunyit. Anggota yang melaksanakannya tiga orang untuk tetungkainya dan dua orang untuk melaksanakan pentawamya, dengan jumlah lima orang.

Cara melaksanakan tepung tawar ini, setelah tepung diaduk, tetungkal dan penawar yang terbuat dari daun-daun dan daun kelapa itu dicelupkan pada tepung kemudian dicapkan pada kening, tangan kiri dan kanan, pusat, kaki kiri dan kanan dengan membaca selawat nabi doa untuk memohon keselamatan. Setelah selesai upacara tepung tawar, maka dilanjutkan dengan acara selanjutnya yaitu menggunting rambut bayi. Undangan yang hadir pada kegiatan tersebut adalah keluarga dan tetangga terdekat.

Teori interaksionisme simbolik sebagaimana dikemukakan Veeger (1993:36, dalam Natsir) adalah mengambarkan masyarakat bukanlah dengan memakai konsep-konsep seperti sistem, struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, struktur institusional, pola budaya, norma-norma dan nilai-nilai sosial, melainkan dengan memakai istilah "aksi".

Seperti peranan upacara adat yang tergambar akan menjadi sebuah daya rekat masyarakat. Sehingga upacara tersebut semakin sering dilakukan akan semakin dapat mempererat yang sangat berkaitan satu dengan lainnya, sehingga menjadi sebuah kebutuhan dan adanya saling ketergantungan dan keseimbangan di dalam kehidupan bersama.

Kaitan hal ini, Ketua Dewan Kesenian Kalimantan Barat (DKKB), H Ibrahim Salim, menilai, perlunya dilestarikan nilai-nilai ritual upacara adat di era globalisasi dan modernisasi saat ini, seperti tradisi tepung tawar. Pasalnya, di dalam upacara tersebut syarat dengan nilai-nilai didalam kehidupan, terutama kearifan lokal. Bahwa manusia tidak terlepas dari kekhilafan dan kesalahan, selalu memohon ampun dan petunjuk kepada Allah SWT.

Dengan terus melaksanakan kewajiban dalam kehidupan di dunia, saling gotong royong, menghormati yang tua, menghargai lingkungan baik benda-benda yang bergerak maupun benda yang tidak bergerak. Karena, barang-barang tersebut mempunyai manfaat bagi kehidupan. “Dan itu adalah bagian dari mahluk Allah SWT, yang tak bisa disembarangkan. Juga air dan lingkungan agar selalu dijaga kebersihannya. Ini digambarkan dengan air tepung tawar, yang dimaksudkan agar jagan saling curiga dan berprasangka buruk dengan yang lain dan mempunyai hati yang bersih.

Selalu mempererat tali silaturahmi dengan saudara-saudara yang ada di sekitar kita, terjaganya rasa solidaritas sesama di dalam kehidupan yang beragam, sehingga tercapai keinginan bersama hidup di dalam ketentraman terhindar dari malapetaka dan dijauhi bencana demi terwujudnya cita-cita semua manusia di muka bumi ini.(**)

oleh : Mizar Bazarvio