Selasa, 11 November 2014

Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sekilas Tentang MPR

MPR

Susunan dan Kedudukan
  • MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.
  • MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.


Wewenang dan Tugas
MPR berwenang:
  • mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  • melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;
  • memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;
  • melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya;
  • memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya; dan
  • memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

MPR bertugas:
  1. memasyarakatkan ketetapan MPR;
  2. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
  3. mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan
  4. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 MPR memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, MPR dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
(3) Anggaran MPR dikelola oleh Sekretariat Jenderal MPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) MPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran MPR dalam peraturan MPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keanggotaan
Pasal 7
(1) Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden.
(2) Masa jabatan anggota MPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 8
(1) Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR.
(2) Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan MPR.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.

Hak dan Kewajiban Anggota
Hak Anggota
Anggota MPR berhak:
  1. a. mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. b. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
  3. c. memilih dan dipilih;
  4. d. membela diri;
  5. e. imunitas;
  6. f. protokoler; dan
  7. g. keuangan dan administratif.


Kewajiban Anggota

Anggota MPR berkewajiban:
  1. a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
  2. b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;
  3. c. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
  4. d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  5. e. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; dan
  6. f. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.


Fraksi dan Kelompok Anggota MPR
Fraksi
(1) Fraksi merupakan pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan konfigurasi partai politik.
(2) Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR.
(3) Setiap anggota MPR yang berasal dari anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi.
(4) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat.
(5) Pengaturan internal fraksi sepenuhnya menjadi urusan fraksi masing-masing.
(6) MPR menyediakan sarana bagi kelancaran tugas fraksi.

Kelompok Anggota
Pasal 13
(1) Kelompok anggota merupakan pengelompokan anggota MPR yang berasal dari seluruh anggota DPD.
(2) Kelompok anggota dibentuk untuk meningkatkan optimalisasi dan efektivitas kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil daerah.
(3) Pengaturan internal kelompok anggota sepenuhnya menjadi urusan kelompok anggota.
(4) MPR menyediakan sarana bagi kelancaran tugas kelompok anggota.

Alat kelengkapan MPR terdiri atas:
a. pimpinan; dan
b. panitia ad hoc MPR.

Pimpinan
Pasal 15
(1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
(2) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
(3) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidang paripurna.
(4) Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR.
(5) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.
(7) Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama kali untuk menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan sementara MPR.
(8) Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari anggota MPR yang tertua dan termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota yang berbeda.
(9) Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.

Pasal 16
(1) Pimpinan MPR bertugas:
a. memimpin sidang MPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;
c. menjadi juru bicara MPR;
d. melaksanakan putusan MPR;
e. mengoordinasikan . . .
- 11 -
e. mengoordinasikan anggota MPR untuk memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
f. mewakili MPR di pengadilan;
g. menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran MPR; dan
h. menyampaikan laporan kinerja pimpinan dalam sidang paripurna MPR pada akhir masa jabatan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Pasal 16
Pasal 17
(1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:
a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD; atau
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR.
(3) Dalam hal pimpinan MPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota dari fraksi atau kelompok anggota asal pimpinan MPR yang bersangkutan menggantikannya paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak pimpinan berhenti dari jabatannya.
(4) Penggantian pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan pimpinan MPR dan dilaporkan dalam sidang paripurna MPR berikutnya atau diberitahukan secara tertulis kepada anggota.
PPPPPasal 1
A
Pasal 18 . . .
- 12 -
Pasal 18
(1) Dalam hal salah seorang pimpinan MPR atau lebih berhenti dari jabatannya, para anggota pimpinan lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas sementara sampai terpilihnya pengganti definitif.
(2) Dalam hal pimpinan MPR dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, pimpinan MPR yang bersangkutan tidak boleh melaksanakan tugasnya.
(3) Dalam hal pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan MPR yang bersangkutan melaksanakan tugasnya kembali sebagai pimpinan MPR.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dan penggantian pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Paragraf 2
Panitia Ad Hoc MPR
Pasal 20
(1) Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang susunannya mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD secara proporsional dari setiap fraksi dan kelompok anggota MPR.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh unsur DPR dan unsur DPD dari setiap fraksi dan kelompok anggota MPR.
Pasal 21 . . .
- 13 -
Pasal 21
(1) Panitia ad hoc MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) melaksanakan tugas yang diberikan oleh MPR.
(2) Setelah terbentuk, panitia ad hoc MPR segera menyelenggarakan rapat untuk membahas dan memusyawarahkan tugas yang diberikan oleh MPR.
Pasal 22
(1) Panitia ad hoc MPR bertugas:
a. mempersiapkan bahan sidang MPR; dan
b. menyusun rancangan putusan MPR.
(2) Panitia ad hoc MPR melaporkan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam sidang paripurna MPR.
(3) Panitia ad hoc MPR dibubarkan setelah tugasnya selesai.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, dan tugas panitia ad hoc MPR diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Bagian Ketujuh
Pelaksanaan Wewenang dan Tugas
Paragraf 1
Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 24
(1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 25 . . .
- 14 -
Pasal 25
(1) Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh paling sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah anggota MPR.
(2) Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya.
Pasal 26
(1) Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR.
(2) Setelah menerima usul pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya yang meliputi:
a. jumlah pengusul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1); dan
b. pasal yang diusulkan diubah dan alasan pengubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak usul pengubahan diterima.
Pasal 27
Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan kelompok anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2).
Pasal 28 . . .
- 15 -
Pasal 28
(1) Dalam hal usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya.
(2) Dalam hal usul pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lama 60 (enam puluh) Hari.
(3) Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) Hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Pasal 29
Dalam sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. pengusul menjelaskan usulan yang diajukan beserta alasannya;
b. fraksi dan kelompok anggota MPR memberikan pemandangan umum terhadap usul pengubahan; dan
c. membentuk panitia ad hoc untuk mengkaji usul pengubahan dari pihak pengusul.
Pasal 30
(1) Dalam sidang paripurna MPR berikutnya panitia ad hoc melaporkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c.
(2) Fraksi dan kelompok anggota MPR menyampaikan pemandangan umum terhadap hasil kajian panitia ad hoc.
Pasal 31 . . .
- 16 -
Pasal 31
(1) Sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota MPR.
(2) Sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan terhadap usul pengubahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Paragraf 2
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Hasil Pemilihan Umum
Pasal 33
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR.
Pasal 34
(1) Pimpinan MPR mengundang anggota MPR untuk menghadiri sidang paripurna MPR dalam rangka pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum.
(2) Pimpinan MPR mengundang pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih untuk dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden dalam sidang paripurna MPR.
(3) Dalam . . .
- 17 -
(3) Dalam sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, pimpinan MPR membacakan keputusan KPU mengenai penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden.
(4) Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna MPR.
(5) Dalam hal MPR tidak dapat menyelenggarakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
(6) Dalam hal DPR tidak dapat menyelenggarakan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
(7) Berita acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden serta pimpinan MPR.
(8) Setelah mengucapkan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden, Presiden menyampaikan pidato awal masa jabatan.
Pasal 35
Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Janji . . .
- 18 -
Janji Presiden (Wakil Presiden):
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Paragraf 3
Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam Masa Jabatannya
Pasal 36
(1) MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh DPR.
Pasal 37
(1) MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak MPR menerima usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2).
(2) Usul DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus dilengkapi putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 38 . . .
- 19 -
Pasal 38
(1) Pimpinan MPR mengundang Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan yang berkaitan dengan usulan pemberhentiannya dalam sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).
(2) Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir untuk menyampaikan penjelasan, MPR tetap mengambil keputusan terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).
(3) Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota yang hadir.
Pasal 39
(1) Dalam hal MPR memutuskan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR, Presiden dan/atau Wakil Presiden berhenti dari jabatannya.
(2) Dalam hal MPR memutuskan tidak memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR, Presiden dan/atau Wakil Presiden melaksanakan tugas dan kewajibannya sampai berakhir masa jabatannya.
(3) Keputusan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan ketetapan MPR.
Pasal 40
Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri sebelum diambil keputusan MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3), sidang paripurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) tidak dilanjutkan.
Paragraf 4 . . .
- 20 -
Paragraf 4
Pelantikan Wakil Presiden Menjadi Presiden
Pasal 41
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Pasal 42
(1) Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden.
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 43
Sumpah/janji Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sebagai berikut:
Sumpah Presiden:
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Janji Presiden:
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Pasal 44 . . .
- 21 -
Pasal 44
Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) ditetapkan dengan ketetapan MPR.
Pasal 45
Setelah mengucapkan sumpah/janji, Presiden menyampaikan pidato pelantikan.
Paragraf 5
Pemilihan dan Pelantikan Wakil Presiden
Pasal 46
(1) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) Hari untuk memilih Wakil Presiden.
(2) Presiden mengusulkan 2 (dua) calon Wakil Presiden beserta kelengkapan persyaratan kepada pimpinan MPR paling lambat 14 (empat belas) Hari sebelum penyelenggaraan sidang paripurna MPR.
(3) Dalam sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), MPR memilih satu di antara 2 (dua) calon wakil presiden yang diusulkan oleh Presiden.
(4) Dua calon wakil presiden yang diusulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan pernyataan kesiapan pencalonan dalam sidang paripurna MPR sebelum dilakukan pemilihan.
(5) Calon wakil presiden yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan di sidang paripurna MPR ditetapkan sebagai Wakil Presiden.
(6) Dalam hal suara yang diperoleh tiap-tiap calon sama banyak, pemilihan diulang 1 (satu) kali lagi.
(7) Dalam hal pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hasilnya tetap sama, Presiden memilih salah satu di antara calon wakil presiden.
Pasal 47 . . .
- 22 -
Pasal 47
(1) MPR melantik Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) atau ayat (7) dalam sidang paripurna MPR dengan bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna MPR.
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 48
Sumpah/janji Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sebagai berikut:
Sumpah Wakil Presiden:
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Janji Wakil Presiden:
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Pasal 49 . . .
- 23 -
Pasal 49
Wakil Presiden terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ditetapkan dengan ketetapan MPR.
Paragraf 6
Pemilihan dan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 50
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Pasal 51
(1) Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara ber-samaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, MPR menyelenggarakan sidang paripurna paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan.
(2) Paling lama 3 (tiga) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan MPR memberitahukan kepada partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
(3) Paling . . .
- 24 -
(3) Paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dari pimpinan MPR, partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan calon presiden dan wakil presidennya kepada pimpinan MPR.
(4) Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menyampaikan kesediaannya secara tertulis yang tidak dapat ditarik kembali.
(5) Calon presiden dan wakil presiden yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
(6) Ketentuan mengenai tata cara verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diajukan diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Pasal 52
(1) Pemilihan 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam sidang paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan dengan pemungutan suara.
(2) Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh suara terbanyak dalam sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
(3) Dalam hal suara yang diperoleh setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama banyak, pemungutan suara diulang 1 (satu) kali lagi.
(4) Dalam . . .
- 25 -
(4) Dalam hal hasil pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap sama, MPR memutuskan untuk mengembalikan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden kepada partai politik atau gabungan partai politik pengusul untuk dilakukan pemilihan ulang oleh MPR.
(5) Dalam hal MPR memutuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6).
Pasal 53
(1) MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dalam sidang paripurna MPR dengan bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna MPR.
(2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR.
(3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 54
Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden (Wakil Presiden) Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Janji . . .
- 26 -
Janji Presiden (Wakil Presiden):
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden (Wakil Presiden) Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Pasal 55
Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ditetapkan dengan ketetapan MPR.
[
Pasal 56
Setelah mengucapkan sumpah/janji, Presiden menyampaikan pidato pelantikan.
Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Hak Anggota
Paragraf 1
Hak Imunitas
Pasal 57
(1) Anggota MPR mempunyai hak imunitas.
(2) Anggota MPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam sidang atau rapat MPR ataupun di luar sidang atau rapat MPR yang berkaitan dengan wewenang dan tugas MPR.
(3) Anggota MPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam sidang atau rapat MPR maupun di luar sidang atau rapat MPR yang berkaitan dengan wewenang dan tugas MPR.
(4) Ketentuan . . .
- 27 -
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Hak Protokoler
Pasal 58
(1) Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak protokoler.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 59
(1) Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak keuangan dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh pimpinan MPR dan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak anggota MPR diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Bagian Kesembilan . . .
- 28 -
Bagian Kesembilan
Persidangan dan Pengambilan Keputusan
Paragraf 1
Persidangan
Pasal 61
(1) MPR bersidang sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun di ibu kota negara.
(2) Persidangan MPR diselenggarakan untuk melaksanakan wewenang dan tugas MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Paragraf 2
Pengambilan Keputusan
Pasal 63
Sidang MPR dapat mengambil keputusan apabila:
a. dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota MPR dan disetujui oleh paling sedikit 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) anggota dari seluruh anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota MPR dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota MPR yang hadir untuk memutuskan usul DPR tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c. dihadiri paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota MPR ditambah 1 (satu) anggota MPR dan disetujui oleh paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota MPR yang hadir untuk sidang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
Pasal 64 . . .
- 29 -
Pasal 64
(1) Pengambilan keputusan dalam sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 terlebih dahulu diupayakan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil melalui pemungutan suara.
(3) Dalam hal keputusan berdasarkan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, dilakukan pemungutan suara ulang.
(4) Dalam hal pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hasilnya masih belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku ketentuan:
a. pengambilan keputusan ditangguhkan sampai sidang berikutnya; atau
b. usul yang bersangkutan ditolak.
Pasal 65
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan sidang MPR diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Bagian Kesepuluh
Penggantian Antarwaktu
Pasal 66
(1) Penggantian antarwaktu anggota MPR dilakukan apabila terjadi penggantian antarwaktu anggota DPR atau anggota DPD.
(2) Pemberhentian dan pengangkatan sebagai akibat penggantian antarwaktu anggota MPR diresmikan dengan keputusan Presiden.
BAB III . . .
- 30 -