Aspek Hukum Nasional dan Hukum Internasional Dalam Hukum Pidana Internasional
PENGANTAR
Pembahasan mengenai aspek hukum dan hukum  internasional di dalam kerangka pemikiran tentang hukum pidana  internasional senghaja penulis tempatkan tersendiri didalam karya tulis  ini. Hal ini di dasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
(1)      Hukum pidana internasional  sebagai sub-disiplin miliki dua sumber hokum yaitu hokum yang berasal  dari hukum pidana nasional dan hukum internasional.
(2)      Kedua sumber tersebut telah  membentuk kepribadian ganda ini tidak harus dipertantangkan, tetapi  justru harus harus saling mengisi dan melengkapi didalam menghadapi  masalah kejahatan internasional.
(3)      Salah satu perwujudan nyata dari  suatu interaksi antara hokum nasional dan hokum internasional terdapat  pada lingkup pembahasan hokum pidana internasional dengan objek study  tindak pidana yang bersifat transional internasional.
(4)      Pembahasan aspek hokum pidana  nasional dan hokum internasional dalam lingkup hukum pidana  internasional akan memberikan landasan berpijak bagi analisis kritis di  dalam membahas konsepsi dan karaktereristik dari suatu tidak pidan  internasional.
Ketentuan yang di tuangkan dalam konvensi  internasional tersebut. Salah satu kewajiban Negara peserta (sekalipun  masih diperkenankan adanya reservation) khususnya bagi Indonesia ialah  mememasukannya hasil konvensi dimaksud kedalam lingkungan nasional dalam  arti antara lain melaksanakan ritifikasi terlabih dahulu atas hasil  konvensi, sebelum di tuangkan dalam bentuk suatu undang-undang ksususnya  mengenai objek yang menjadi pembahasan di dalam konvensi tersebut. 
HUBUNGAN ATARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
 Didalam teori hukum  internasional, telah berkembang dua pandangan tentang hukum  internasional. Yaitu pandangan yang dinamakan voluntarisme, yang  mendasarkan berlakunya hukum internasional dan ada tidaknya hukum  internasioonal ini pada kemauan Negara (gemeinwille). Pandangan yang  kedua adalah pandangan objektivis yang menganggap ada dan berlakunya  hukum internasional ini dilepas dari kemauan Negara (mohctar  kusumaatmadja 1989;40)
Alasan diajukannya penganut aliran  dualisme bagi pandangan tersebut diatas, pada alasan formal atau pun  alasan yang didasarkan kenyataan.alsan terpenting dikemukakan sebagai  berikut :
- Kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber yang berlainan hukum nasional bersumber pada kemauan Negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat Negara.
 - Kedua perangkat hokum itu berlainan subjeknya. Subjek hokum nasional adalah perorangan, baik hukum perdata maupun hukum fublik, subjek hukum internasional adalah negara
 - Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakan pula perbedaan dalam strukturnya.
 
Pandangan alira dualisme ini, Mochtar  kusumaatmajda (1989;41) telah mengemukakan komentar dan  pandangan-pandangannya sebagaiman diuraikan di bawah ini:
- Bahwa di dalam teori dualisme tidak ada tempat bagi persoalan hirarki atara hukum nasional dan internasional karena pada hakekatnya, kedua perangkat hukum tidak saja berlainan dan tidak tergantungsatu sama lainnya, tapi juga lepas antara satu dan yang lainnya.
 - Sebagai konsekuensi logis dari keadaan sebagaiman digambarkan diatas, tidak akan mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan saja.
 - Bahwa ketentuan hukum internasional memerlukan tranformasi menjadi hukum nasional sebelum berlakunya dalam lingkunga hukum nasional.
 
Teori dualisme tidak terlepas dari  beberapa kelemahan sebagainman di ungkapkan oleh Mochtar Kusumaatmadja  (1989;41-42) sebaai berikut :
- Teori dasal aliran dualisme yang mengemukakan bahwa sumber gejala hukum baik hukum nasional maupun hukum internasional dadalah kemauan Negara sulit untuk diterima kerena hokum yang ada dan berlaku itu dibutuhkan oleh kehidupan manusia yang beradab.
 - Kebenaran argumentasi aliran mengenai ini berlainan subjek hukum nasional dan internasional di bantah oleh kenyataan bahwa dalam suatu lingkungan hokum seperti hukum nasional, dapatysaja subjek hukum itu berlainan, seperti adanya pembagian hukum perdata dan hukum fublik.
 - Argumentasi kaum dualis yang mengemukakan adanya perbedaan strukrural antara hukum nasional dan hukum internasional, ternyata perbedaan yang dikemukannya hanyalah perbedaan gradual dan tidak merupakan perbedaan yang hakiki atau asasi.
 - Bahwa pemisahan mutlak antara hukum nasional dan internasional tidak dapat menerangkan dengan cara memuaskan kenyataan bahwa dalam prakteknya sering sekali hokum nasional itu tunduk pada atau sasuai dengan dengan hukum internasional.
 
- 1. Paham monisme dengan primat hukum nasional
 
Paham ini mengemukakan bahwa dalam  hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional, yang utama  adalah hukum nasional, sedangkan paham monisme dalam primat hukum  internasional mengemukakan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional  dan internasional yang utama adalah hukum internasional.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja(1989;43-44)  mengemukakan bebrapa kelemaha paham monisme dengan primat hokum  nasional sebagai berikut :
- kelemahan yang mendasar yang cukup gawat bahwa paham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum tertulis semata-mata sehingga hokum internasional dianggap bahwa hukum yang bersumberkan perjanjian internasional, suatu hal sebagaimana di ketahui tidak benar.
 - pada hakekatnya, pendirian paham kaum monisme dengan primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional yang mengikat.
 
- 2. Paham monisme dengan primat hukum internasional
 
 Menurut paham ini,  hukum nasional bersumber pada hikum internasional yang merupakan  perangkat ketentuan hukum yang hierarki lebih tinggi
Mochtar Kusumaatmadja (1989:44) pada  dasarnya memyetujui pandangan paham ini, namun demikian ia kurang setuju  prihal supermasi hukum intenasional yang di kaitkan dengan hirarki dan  pendelegasian wewenang.
Terhadap persoalan pandanga monisme dan  dualisme ini, Mochtar Kusumaatmadja(1989:45) mengemukan kesimpulan  bahwea kedua paham tersebut tidak mampu memberiakn jawaban yang  memuaskan. Apabila dari kedudukan suatu perjanjian internasional atau  treaty sebaaimana telah diatur dalam Vienna Convention on the Law of  Treaties tahun 1969 dapat dikemukaan dua pasal penting yang releven  dengan mesalah keterikatan suatu Negara peserta konvensi terhadap isi  ketentuan yang di tuangkan didalam konvensi yang bersangkutan. Kedua  pasal ini adalah pasal 27 dan pasal 46. 
PENGARUH TEORI MONISME DAN DUALISME TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
 Sejak terbentuknya liga  bangsa –bangsa tahun 1928 dan dilanjutkan kemudian dengan pembentukan  Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945, masyarakat internasional sampai  saat ini.
Dominan teori monisme dengan primat hukum  nasional atas teori monisme dengan primat hukum internasional delam  praktik hukum internasonal, secara nyata tersirat dari mesalh konflik  yurisdiksi criminal antara dua Negara dalam kasus tindak pidana  narkotika lintas batas territorial. 
- Kasus United State v. Atuares Machain, 112 dS.Ct.21888 (5 Juni 1992).
 
Pada tahun 1985 seorang  agen khusus Drug Enforcement Agency atau DEA dari Amerika serikat,  Enrigue Camarena-Salazar telah diculik, dianiaya dan di bunuh oleh  pemasok narkotika  di mexico. DEA telah sejak lama berusaha membawa  pembunuh agen ini ke Ameriak Serikat untuk mempertanggug jawabkannya  perbuatanya tersebut.
Pada tanggal 12 April  1990, Humberto Alvares Machain, seorang dokter warga Negara mexico telah  diculikdari kentornya di Guadalajara, mexico oleh bebrapa orang  bersenjata dan diterbangkan dengan pesawat terbang pribadi ke Amerika  Serikat.
Menyusul penculikan  Alvares ini, pemerintah mexico telah mengajukan nita protes melalui  saluran Diflomatik kepada Department Luar Negari Amerika Serikat. 
- Kasus United States v. Verdugo Urguidez, 110.S.Ct.1056 (tanggal 28 Febuari 1990)
 
 Verdugo  adlah warga Negara mexico yang bertempat tinggal di Meksikali, Mexico.  Verdugo termasuk salah satu anggota gang narkotika yang dicari oleh  pihak DEA Amerika Serikat dan juga diduga kuat membanu pembunuhan yang  telah dilakukan terhadap agen DEA, Camarena-Salazar pada tahun 1985. 
- Kasus United States v.Biermann (678 F.Supp.1473) tanggal 9 Febuari 1988
 
 Biemann  adalah warga nagara inggris dan pekerjaan terdakwa adalah operator pada  kapal laut tyang berbendera inggris dan terdaftar di inggris. Tertuduh  dituntut di muka pengadilan di distrik Utara California karena memiliki  bebeapa ton mariyuana dengan niat untuk mendistribusikannya 
DOMINASI KEPENTINGAN NEGARA (NASIONAL) ATAS KEPENTINGAN INTERNASIONAL (KASUS NORIEGA)
Ketiga kasus tersebut diatas, ternyata memiliki perbedaan yang besar dengan kasus” penculokan “ atas jendral Noriega,  mantan Presiden Panama yang dituuh telah memasok heroin ke wilayah  Amerika Serikat, yang dilatarbelakangi acman perang oleh Pemerintah  Panama terhadap Amerika Serikat.
Dalam praktek Hukum intrnasional, tidakan  penculikan jenderal Noriega dari wilayah teritorial Panama sebagai  suatu Negara yang merdeka dan berdaulat merupakan contoh ekstrem dan  sekaaligus menunjukan pula betapa di dalam dominasi teori monisme dengan  primat hukum nasioal dapat ditapsirkan demikian rupa sehingga dapa  dipandang sebagai pelanggaran atas kedaulatan Negara lain.
Noriega dituntut oleh Grand Jury di  pengadilan Miami dan pengadilan Tampa, Negara bagian Florida dengan  tuduhan sebagai pendukung lalu lintas narkotika ilegal ke wilayah  Amerika Serikat. Pengadilan Miami dan tTampa menerapka asas perlindungan  dan doctrine. Doktrin ini berasal dari kasus Alcoa (1945) dimana Hakim  ditugaskan menaggani kasus tersebut.
Kasus Noniega tersebut diatas, telah  menggungkapkan dengan jelas bahwa lalu lintas perdagangan narkotik  illegal pada dewasa ini sudah berkonotasi Politik dalam arti betapa  kuatnya pengaruh tindak pidana internasional dalam masalah nearotika  terhafdaphubungan diplomatic antara ngara-negara yang terlibat.
Penasihat Hukum Departemen Kehakiman Amerika Serikat memiliki pendekatan yang berbeda,yaitu mengemukakan sebagai berikut :
- firs : (sekalipun kongres dan presiden memiliki kekuasaan untuk tidak memperhatikan hukum internasional, pengadilan dapat bertahan pada pendiriannya bahwa ia melakukan tampa ragu-ragu dan dengan bebas).
 - second : (integritas teritorial adalah tonggakdari hokum internasional, tindakan penculikan (dengan paksaan) dari suatu negara asing nyata-nyata melanggar prinsip ini).
 - third : (akibat menentukan dari prinsi integritas teritorial pada penegak hokum di diperlemah oleh kesediaan suatu Negara untuk memberikan izin aparatur penegak hokum di ngara lain untuk melakukan kegiatanya diwilayah Negara tersebut. Tidak ada formalitas atau publisitas khusus yang persyaratkan untuk memperoleh izin agar legal menjadi efektif ; sekalipun izin khusus adalah efisian jika di berikan pihak yang berwenang. Untuk tujuan politis, suatu Negara dapat memutskan untuk menolak kenyataan bahwa ia telah memberikan izin utuk kegiatan oprasi tersebut ,,, dalam kasus-kasus lain, suatu Negara bekerja sama dengan cara menempatkan seorang pelaku yang di cari diatas sebuah kapal terbang atau kapal laut dimana Amerika Serikat memiliki yurisdiksi diatasnya).
 - Fourth : (prinsip integritas teritorial tidak memberikan kewenangan pembedaan dalam hukum internasional. Setiap negara memiliki hak untuk membela dirinya. Kita harus mengijin kan manipulasi hukum sehingga dunia bebes menjadi tidak efektif dalam hubungan dangan meraka yang telah melanggar undang-undang).
 
Perkembangan praktik hukum internasional  sebagaimana telah uraikan diatas menunjukan bahwa teori monisme dengan  primat hokum nasional dalam praktik telah menimbulkan akibat yang tidak  kecil dan merugikan kepentingan Negara-negara Selatan jika dibandingkan  kepantingan negar-negar Utara, khususnya Amerika Serikat.