PEMUDA MESTI DINAMIS
Ceramah kepada para pelajar di Surakarta, 11 Juli 1960
Saudara-saudara Sekalian.
Tatkala Pak Sarino, anggota DPP-PNI, menghadap kepada saya untuk mengundang saya datang di resepsi Kongres PNI yang IX di Sala. Sala, bukan Solo; Ya, di kalangan pemuda-pemudi pun selalu masih: “… Dari mana, Nak ?...” “… Dari Solo, Pak …”, beliaupun minta kepada saya untuk memberi ceramah kepada pemuda-pemudi Sala, mahasiswa-mahasiswa dan pemuda-pemudi lainnya. Pada waktu itu dengan segera saya berkata: “Insya Allah, saya akan memberi ceramah.”
Ini tadi, Pak Wakil Menteri Pertama Dr. Leimena, memesan kepada saya: “Nanti kalau Bung Karno mulai ceramah kepada pemuda-pemudi, ulangilah hal sedikit fobi, dan tekankan kepada mereka bahwa problem zaman sekarang ini ialah: progresif atau tidak progresif. Progresif yaitu maju, progresif, siapa yang tidak progresif akan digiling, digilas oleh sejarah.” Ini perkataan, ucapan-ucapan Pak Dr. Leimena beberapa detik yang lalu.
Ucapan Pak Leimena itu tepat sekali. Memang siapa tidak cukup progresif di zaman sekarang ini akan digiling, digilas, ditindas habis-habisan oleh sejarah. Maha oleh karena itu saya minta kepada semua pemuda-pemudi supaya berpikir dengan semangat progresif. Namanya saja sudah progresif. Progresif itu mengandung arti bergerak ke muka. Kalau orang diam, itu tidak progresif. Anak-anak mengerti apa itu artinya perkataan progress ? Progress artinya kemajuan. Progresif artinya ialah menuju kepada kemajuan. Dus, bukan sikap diam, bukan sikap takut, tetapi sikap bergerak maju, sikap dinamis.
Kalau saya bicara tentang hal dinamis, bergerak, bertindak, bersikap, apalagi jika saya berhadapan dengan pemuda-pemudi, saya ingat ucapan para mahasiswa kita kira-kira 35 tahun yang lalu. Ya, pada waktu itu sebagian mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Eropa, sedikit sekali jumlahnya, karena zaman kolonial memang tidak memberi kesempatan kepada pemuda-pemudi kita untuk mencari ilmu tinggi. Tiga puluh
Ini kalimat adalah kalimat yang berhikmat, “… Niet meer kunnen wij ons overgeven aan de belijdenis van een levens-philosofie die direct of indirect onze eigen ondergang is geweest. Het moderne leven eist beweging, activiteit; en wie dat niet eerbiedigt wordt verpletterd in het gedrang van mensen en volkeren die vechten om het bestaan …”
Artinya, kita sekarang ini tidak boleh hidup dengan falsafah adhem, tentrem, ayem, “adhem tentrem kadya siniram banyu wayu sewindu lawase,” yang falsafah hidup demikian ini sebenarnya menjadi sebab kita tinggelam, kita hancur. Hidup modern menuntut supaya kita ini bergerak, aktif, sebab siapa yang tidak bergerak, tidak aktif, bangsa yang tidak bergerak, tidak aktif maju, akan hancur terhimpit dalam perjuangannya atau perbuatannya bangsa-bangsa atau rakyat-rakyat yang mencari hidup, “… en wie dat niet cerbiedgt wordt verpletterd in het gedrang der mensen en volkeren die vechten om het bestaan …”
“Het moderne leven eist beweging, activiteit.” Hidup baru ini menuntut kita ini bergerak, beweging, menuntut kita ini aktif, aktif maju ke muka. Siapa yang tidak bergerak, siapa yang tidak aktif maju ke muka. Siapa yang tidak bergerak, siapa yang tidak aktif maju ke muka, hancur lebur, terhimpit dalam perebutan perjuangannya bangsa-bangsa yang mencari hidup.
Ya, dunia sekarang menunjukkan, “het gedrang van mensen en volkeren die vechten om het bestaan.” Dunia sekarang laksana dunia yang terbelah dua, yang satu sama lain hendak bertempur, yang satu sama lain desak-mendesak dan bangsa Indonesia, jikalau tidak beweging, tidak ber-beweging, tidak menunjukkan activiteit, bangsa Indonesia akan hancur di dalam perjuangan perebutan ini, bangsa Indonesia akan laksana mentimun terhimpit oleh desakannya buah durian yang keras dan kuat. Akan mati terhimpit laksana cempe, anak kambing di dalam himpitan perebutan hidup dua gajah yang besar yang berjuang satu sama lain.
Saya berkata ucapan ini adalah ucapan yang amat berhikmat dan terus terang saja, kalimat ini menghikmati Bung Karno pula. Pada waktu itu, Bung Karno itu, wah seperti kamu ini, jejaka Kakrasana yang baru turun dari pertapaan Argasonya. Ya, hidup saya sebagai mahasiswa itu boleh dikatakan sebagai pertapaan Argasonya. Saya, coba tanya Pak Surowiyono ini, temannya almarhum Tjokroaminoto.
Saya ini sewaktu kecil-kecil, waktu muda-muda, hidup di dalam asuhannya almarhum Tjokroaminoto, hidup di dalam satu kamar, yang sederhana, sangat sederhana, tidur di amben.
Ya, malam-malam saya belajar di dalam sinarnya lampur cempor ini, banyak membaca, banyak sekali membaca, sehingga pernah saya ceritakan di dalam pidato di luar negeri bahwa saya ini sebenarnya, ini menyimpang sebentar saya ini sebenarnya adalah citizen of the world artinya warga negara dunia, bukan warga negara Indonesia saja tetapi warga negara dunia, oleh karena saya telah berjumpa dengan pemimpin-pemimpin besar daripada semua bangsa. Aku berkata, aku pernah berjumpa dengan George Washington, pernah berjumpa dengan
Apa sebab ? Ini tadi, di pertapaan Argasonya, aku duduk sendiri, malam-malam dengan sinarnya lampu cempor aku membaca kitab sejarah, membawa riwayat-riwayat hidup, membaca tulisan-tulisan dan pidato-pidato daripada orang-orang besar yang saya sebut namanya itu tadi, sehingga saya berjumpa dengan pemimpin-pemimpin besar dari negara-negara, dari bangsa-bangsa di luar negeri itu, sehingga saya mengerti akan segenap cita-citanya, sehingga saya bisa, boleh dikatakan meinleven ini menyatu-duniakan diri saya ini dengan mereka itu, sehingga akhirnya saya kadang-kadang merasa diri saya ini bukan warga negara Indonesia, “but I am a citizen of the world,” warga negara dunia.
Lha, antara apa yang aku baca ini tulisannya, pemuda-pemudanya, pemudi-pemudinya bangsa
Ya, meskipun saya harus seribu kali mengulangi bahwa engkau harus mencantumkan cita-citamu setinggi bintang di langit, jikalau tidak setinggi bintang di langit cita-citamu terlalu rendah.
Saya ambil hal ini dari kitab Emerson, yang berkata, “Hangt Uw idealen aan de sterren, wanneer zij daar niet hangen dan hangen zij te laag” gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit, jikalau tidak setinggi bintang-bintang di langit, cita-citamu masih terlalu rendah. Meskipun engkau berkata bahwa cita-citamu setinggi Gunung Semeru, aku berkata masih terlalu rendah. Meskipun engkau berkata bahwa cita-citamu setinggi Gunung Kinibalu di Kalimantan, aku masih berkata: Cita-citamu masih terlalu rendah. Meskipun engkau berkata bahwa cita-citamu setinggi Gunung Himalaya di India, aku masih akan berkata bahwa cita-citamu masih terlalu rendah.
Cita-citamu harus setinggi bintang di langit. Meskipun aku harus seribu kali mengulangi kalimat itu, saya tidak akan bosan-bosan sebab memang pemuda dan pemudi harus bercita-cita setinggi bintang di langit. Perkara tidak tercapainya cita-cita itu tergantung daripada kita sendiri. Dr. Ratulangie almarhum, coba, engkau pernah mendengar nama itu, salah seorang pemimpin kita; jikalau engkau ingin mengetahui benar-benar, namanya lengkap Dr. G.S.S.J. Ratulangie pernah menulis berikut: “… di Minahasa itu ada gunung, gunung tinggi, namanya Gunung Kelabat. Di lereng Gunung Kelabat ini ada satu tempat yang namanya Air Madidih.” Dr. G.S.S.J. Ratulangie berkata: “Onze gedachten gaan naar de top van de Kelabat, onze voeten brengen ons tot Air Madidih …” Kita bercita-cita sampai ke puncaknya Gunung Kelabat, tetapi ikhtiar kita, kita berjalan hanya sampai ke Air Madidih. Sama dengan kita bercita-citakan puncaknya Gunung Lawu, kaki kita membawa kita hanya sampai ke Tawangmangu.
Lha, dus perkara kamu mencapai atau tidaknya cita-cita yang setinggi bintang di langit itu tergantung daripada usahamu sendiri, tetapi lebih dahulu cita-citamu harus setinggi bintang di langit.
Nah, aku kembali kepada cerita yang mula-mula. Di pertapaan Argasonya, kamar gelap di rumahnya Haji Oemar Said Tjokroaminoto, aku mengembleng aku punya jiwa, pengetahuan dan lain-lain sebagainya. Nah, kemudian aku keluar dari pertapaan Argasonya ini, sebagai pemuda pejuang. Aku ceburkan diri di dalam gerakan nasional, menceburkan diri di dalamnya gerakannya pemuda, dan alhamdulillah, Tuhan terpuji, sekarang ini, ya Bung Karno ini, bolehlah dikatakan jadilah bibit manusia.
Saudara-saudara, Pak Leimena tadi sudah berkata, “mbok pemuda-pemuda itu jangan mempunyai rasa takut,” karena itu Pak Leimena minta supaya saya mendalamkan, mengulangi lagi hal fobi. Kita ini, dan aku menyesal bahwa di kalangan pemuda juga ada yang menderita penyakit fobi. Fobi yaitu penyakit ketakutan. Kalau kita takut kepada barang sesuatu, yang normalnya, biasanya kita tidak takut kepadanya, kita ini dihinggapi oleh penyakit fobi.
Tadi malam aku ceritakan tentang orang yang kena penyakit anjing gila, digigit anjing gila, ketularan penyakitnya anjing gila itu, ya, Pak Dr. Saleh mengatakan bahwa penyakit anjing gila itu dinamakan penyakit rabies. Orang yang ketularan penyakit rabies, antara lain kena rasa takut kepada air. Dia kalau melihat air itu, takut, takut. Tadinya dia tidak takut kepada air, suka mandi, suka minum, suka nglangi, berenang, di dalam sungai, pergi ke Tirtonadi dan lain-lain tempat, tetapi kalau kena penyakit rabies itudi dalam bahasa asingnya hydro, hydro dinamica, hydro electro power, hydro itu air, maka penyakit takut kepada air ini dinamakan hydro phobia.
Kita ini menderita juga penyakit, ada di antara kita itu yang menderita penyakit fobi: fobi komunis, takut kepada komunis. Jangan dekat dengan orang komunis. Takut ! Yaitu yang saya namakan Communisto phobi. Takut kepada perkataan kiri. Jangan dituduh kita itu kiri.
Tadi malam saya terangkan dengan jelas bahwa orang Marhaenis tulen harus kiri: tidak boleh tidak.
Jangan kita takut kepada perkataan Marxisme.
Marxisme berfalsafah historisch materialism. Barangkali anak-anak mengetahui bahwa Marxisme itu dia punya dasar falsafah ialah historis materialisme. Tentu dikalangan lantas ada: “… Hmmm, nah kena Bung Karno ini, kena… Sebab Bung Karno sendiri bilang bahwa falsafah Marxisme ialah materialisme. Bung Karno berkata, historis materialisme. Materialisme, perbendaan. Dus tidak ada Tuhan. Tidak ada segala sesuatu yang tidak kelihatan oleh panca indera. Materialis tidak percaya kepada Tuhan oleh karena dia materialis. Segala itu materi, segala itu benda…”
Saudara-saudara, dengarkan, falsafah Marxisme adalah historis materialisme, materialisme historis.
Apa ada materialisme lain ?
Feurbach adalah seorang materialis tulen. Dia adalah philosofich materialist. Historisch materialist antara lain. Feurbach adalah Philosophical materialist. Maka oleh karena historical materialism, historis materialisme, dasar daripada Marxisme itu berlainan, maka kamu orang jangan campur-campurkan antara dua itu.
Lha itu, apa yang dinamakan historis materialisme, historical materialism ? Sebagai tadi kukatakan, materialisme adalah satu denkmethode. Satu cara berpikir. Dasar Marxisme adalah historis materialisme. Cara berpikir secara historisch materialist ialah bahwa segala kejadian-kejadian, segala alam pikiran di dalam suatu
Engels dan Marx mengingatkan di dalam dia punya kitab, bahwa dalam bahasa Indonesianya saja: “bukan alam pikiran manusialah yang membentuk sifat dia punya keadaan ekonomis, tapi sebaliknya, dia punya keadaan sosial ekonomislah yang membentuk dia punya alam pikiran.” Itu perkataan Friedrich Engels dan Karl Marx.
Lha itulah Saudara-saudara, historis materialisme. Jadi tidak sama sekali itu mengganggu kepada kepercayaan kepada Tuhan.
Saya pernah di dalam kongres PKI di Jakarta, menerangkan bahwa saya itu percaya mati-matian kepada Tuhan, tetapi juga bahwa saya ini Marxist. Na, janganlah kita dihinggapi oleh penyakit marxisto-phobi. Lha wong nggak
Kalau mau mengerti Marxisme, baca dulu kitab-kitab kecil yang mengomentari Marxisme. Kitab-kitab kecil, tulisan komentator-komentator daripada Marxisme itu. Kitab-kitab kecil lebih dahulu yang ditulis oleh orang-orang yang bisa bicara secara gampang, secara mudah, secara sederhana. Lha kalau kita sudah membaca kitab-kitab kecil itu, masih lagi kita baca kitab-kitab yang lebih tebal, akhirnya baru bisa datang kepada sentralnya, kita membaca Das Kapital, kita membaca kitab Marx yang lain-lain, misalnya kitab Anti Duehring yang ditulis oleh Friedrich Engels baik sekali.
Kalau Saudara-saudara telah membaca kitab-kitab itu, nah, Saudara-saudara saya kira tidak lagi akan menderita penyakit Marxisto phobi. Pemuda tidak boleh menderita penyakit fobi. Tidak ! Pemuda harus berani apa saja. Mana yang baik buat tanah air, mana yang baik buat masyarakat, mana yang baik buat hidup, bercita-cita, ambil itu. Jangan belum-belum kok sudah memisahkan diri. Tidak !
Lha ini, pemuda-pemuda Eropa, yang mengatakan Het moderne leven eist beweging en activiteit, en wie dat niet eerbiedigt verpletterd in het gedrang van mensen en volkeren die vechten om het bestaan. Ini pemuda-pemuda adalah penganjur-penganjur daripada persatuan
Kalau kita mau bersatu, lebih dahulu kita itu jangan fobi-fobian. Kalau kita mau bersatu, apalagi di dalam keadaan yang sekarang ini, yang bangsa
Kita harus bisa mensintesekan ini, mensintesekan ini, mensintesekan alam pikiran yang sekarang hidup di dalam kalangan rakyat Indonesia ini, dari Sabang sampai Marauke baik daripada golongan agama Islam, ataukah Kristen, maupun daripada golongan nasionalis, maupun daripada golongan apapun kita persatukan, kita sintesekan. Hanya kalau kita bisa mensintesekan segenap tenaga revolusioner di
Saya tadi malam menjelaskan dengan tegas, dan dahulu di dalam pidato koperasi
Sebaliknya ada yang: adil, samarata samarasa, tetapi tidak makmur. Ya toh. Kalau semuanya kita itu baju compang-camping, Ibu Hartini compang-camping, Ibu Utomo compang-camping, Pak Saleh baju compang-camping, saya baju compang-camping, ini gaunnya yang merah compang-camping, Ibu Hartini compang-camping, Ibu Utomo compang-camping, Pak Nasution yang ganteng ini compang-camping, Semuanya compang-camping, compang-camping, semuanya dengan tikar atau goni; adil bukan ? Adil ! Samarata samarasa, tetapi tidak makmur.
Dus, keadilan sosial yang dimaksud di dalam Pancasila itu adalah sosialisme. Maka oleh karena itu jangan menderita penyakit sosialisme fobi. Siapa yang setia kepada Pancasila, harus setia kepada sosialisme. Sosialisme yang dikehendaki oleh bangsa
Memang, sosialisme sejati adalah adil dan makmur. Dan makmur tidak bisa begitu jatuh sendiri dari langit, kataku berulang-ulang. Kalau kita ingin menjadi satu bangsa yang makmur, dan adil, satu bangsa yang cukup sandang cukup pangan, cukup perumahan, cukup pengajaran dan pendidikan, cukup alat-alat perlalulintasan, alat-alat kebudayaan, cukup segala-galanya, satu bangsa yang betul-betul gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja, jikalau kita memang benar ingin menjadi bangsa yang demikian, maka kita harus mengadakan kemakmuran yang adil dan kemakmuran ini, yang seperti tadi saya katakan, tidak begitu saja jatuh dari langit; tetapi karena usaha keras daripada bangsa kita yang saya berkata di dalam pidato-pidato yang lalu, untuk kita menyelenggarakan kemakmuran kita harus sekarang ini mengadakan investment of human skill, material investment, mental investment. Sebab kalau tidak, kita mengadakan investment yaitu persiapan-persiapan, persediaan daripada sekarang, kita tidak bisa membentuk satu masyarakat yang makmur, apalagi adil.
Apakah ada cita-cita samarata samarasa yang sebenarnya tidak makmur ?
Nah, kalau masyarakat India sudah begitu, tiap orang mempunyai tanah yang kecil, tanam sendiri dia punya makanan, bikin pakaian sendiri, tenun sendiri, kalau mau bepergian, tidak usah naik oto, atau naik kapal udara.. Gendheng, iki piye ? Numpak motor, numpak kapal udara.. tidak ! Jalan kaki atau naik gerobak ditarik kerbau, dia sudah senang. Kita tidak. Sosialisme kita lain daripada itu. Kita menghendaki satu masyarakat adil dan makmur, dan kemakmuran tidak bisa diselenggarakan dengan tenaga tangan saja.
Jikalau kita ingin mempunyai masyarakat yang makmur, kita harus mempunyai industri, kita harus mempunyai pabrik-pabrik, kita harus mempunyai ilmiah yang tinggi. Kita harus mempunyai laboratorium yang lengkap sama sekali. Kita harus mempunyai pemuda dan pemudi yang berpikir modern, kita harus mempunyai manusia
Adil. UUD’45 pasal 33, disitu ditulis bahwa perekonomian dijalankan berdasarkan kekeluargaan. Lha, kekeluargaan itu apa ? Yaitu sosialisme, Adil paramarta, adil tapi makmur, dan oleh karena itulah, oleh karena kita menghendaki satu masyarakat yang makmur, kita harus sekarang ini mengadakan investment of human skill, material investment. Human skill itu, ya, itu tadi; bisa mengukir langit.
Saya berkata di dalam kongres koperasi tempo hari bahwa kita tidak bisa mengadakan satu masyarakat adil dan makmur, jikalau kita tidak mempunyai dokter-dokter cukup, insinyur-insinyur cukup, ahli-ahli kimia cukup, ahli-ahli pertanian cukup, dari cabang-cabang yang rendahan cukup. Pendek, mempunyai human skill.
Kita kekurangan human skill, maka oleh karena itu pemerintah Republik
Jadi kewajibanmu sebagai pemuda ialah, nomer satu: membuat dirimu menjadi orang yang skillful sepenuh-penuhnya di lapanganmu masing-masing. Engkau ingin jadi dokter ? Baik, skill dokter harus engkau ambil sepenuh-penuhnya. Jangan dokter
Human skill, tetapi di samping human skill kita harus mengadakan material investment, yaitu mempersiapkan segala materi, alat-alat untuk pembangunan. Saya selalu membikin contoh semen. Mana bisa membuat gedung ini kalau tidak ada semen. Mana bisa membuat pabrik kalau tidak ada semen. Mana bisa bikin jembatan kalau tidak ada semen; mana bisa membuat landasan kapal udara kalau tidak ada semen. Mana bisa membuat pelabuhan jikalau tidak ada semen. Maka oleh karena itu, material investment adalah perlu sekali. Maka oleh karena itu kita tempo hari membuka pabrik semen. Tetapi sekarang pun belum cukup, pabrik Gresik cuma memenuhi kebutuhan 35%. Dulu sebelum pabrik semen Gresik ada, kita mempunyai pabrik semen di Indarung, Sumatera Barat, memenuhi 25% dari kebutuhan kita. Ya, kita punya pabrik semen Cuma dua ini lho; satu di
Masa, negeri Bulgaria, negeri kecil, saya kan baru darang dari Bulgaria, negeri kecil, penduduknya cuma 6 juta di Bulgaria, mereka itu mempunyai overproductie semen, membuat semen lebih banyak daripada kebutuhannya, sehingga pada waktu saya datang di sana, pemerintah Bulgaria, presidennya dan perdana menterinya menawarkan kepada saya: “… Presiden Soekarno, kami bisa memberi semen kepada
Demikian pula negara-negara lain. Saya ini sudah pernah njajah desa milang kori, ke luar negeri, hanya ada beberapa negara yang belum saya kunjungi dan insya Allah Subhana Wata’ala, saya minta persetujuan Pak Dr. Leimena, tahun muka saya mau insya Allah datang juga di negara-negara itu. Dia itu pegang uang antara lain Saudara-saudara. Sebagai wakil menteri pertama, tanggung jawab atas uang pul. Lha kalau diizinkan oleh Pak Dr. Leimena, nanti tahun muka saya ingin melawat ke negara-negara lain itu.
Saya telah kata orang Sunda ngalanglang buwana. Menurut orang dari Jawa Barat Saudara-saudara, ngalanglang buwana saya sudah. Tiga perempat daripada muka bumi ini sudah saya jelajah dan saya melihat di negara-negara yang sosialis, di negara-negara yang berjalan di situ demokrasi terpimpin, material investment ini sangat sekali dikerjakan, sehingga mereka bisa mengadakan pembangunan tahap kemudian daripada itu, yang hebat sekali.
Maka oleh karena itu pun kita bangga
Di luar negeri itu saya mempropagandakan
Kita baru garuk kulit tanah air. Huh, ada timahnya, huh, ada minyaknya, huh ada tehnya, huh, ada gulanya, huh, ada tembakaunya, huh, kulitnya, tetapi apa yang terkandung in the womb, di dalam haribaan Ibu Pertiwi, kita belum tahu. Kita belum tahu apa yang terbenam di dalam tanah
Kita masih lebih kaya daripada ini, kita masih mempunyai emas lebih daripada sekarang. Mungkin kita masih mempunyai lebih daripada sekarang. Rakyat Uni Sovyet selalu berkata: Ural, Pegunungan Ural kaya sekali. Saya datang di
Kita lebih kaya Saudara-saudara, tetapi untuk menggali apa yang di atas kulit, untuk mengetahui apa yang masih terbenam di dalam haribaan Ibu Pertiwi, kita harus mempunyai human skill. Harus mempunyai ahli geologi, harus mempunyai ahli kimia, harus mempunyai ahli teknologi dan lain-lain sebagainya. Dus kita harus membuat banyak sekali pemuda-pemudi yang betul-betul mempunyai human skill yang setinggi-tingginya.
Kecuali dari itu, kataku, kita harus mengadakan mental investment. Mentalitas kita ini harus kita ubah sama sekali, supaya kita benar-benar bisa berpikir secara modern seperti yang dikehendaki oleh pemuda-pemudi kita 35 tahun yang lalu di negeri Eropa, “Het moderne leven eist beweging, activiteit, en wie dat niet eerbidight wordt verpletterd in her gedrang van mensen volkeren die vechten om het bestaan.” Mentalitas kita harus menjadi mentalitas yang bewegen dan actief. Mentalitas kita harus mentalitas artikel 33 Undang-undang Dasar ’45. Mentalitas kita harus mentalitas USDEK, mentalitas kita harus mentalitas menyelenggarakan amanat penderitaan rakyat, mentalitas kita harus mentalitas pejuang, pembangun, pembina yang sehebat-hebatnya. Kalau pikiran ini, seperti tadi saya katakan wong masih senang manuk perkutut. Kalau sudah kerja sedikit, lantas nggelar klasa methetimanuk perkutut, lantas: “mboke njaluk the nasthelgi.” “Njaluk the panas ya kenthel ya legi.” Itu mentalitas kita, Saudara-saudara; suka mat-matan kita itu.
Lha kalau saya melihat rakyat di luar negeri, waduh negeri, waduh, dinamis-dinamisnya. Dia antara mahasiswa di luar negeri tidak ada salah pikiran, denkfout, seperti kita. Saya pernah di
Di Tiongkok ada satu kampanye hebat, memberantas ketakhyulan. Ya memang, ketakhyulan harus diberantas; tetapi ketakhyulan yang diberantas di Tiongkok itu bukan ketakhyulan mengenai dhemit, memedi, jin, peri perayangan saja. Juga ketakhyulan ekonomi, ketakhyulan geologi diberantas sama sekali. Kita masih menderita penyakit ketakhyulan geologi, ketakhyulan ekonomi, karena dicekoki oleh Belanda. Misalnya berkata:
Cara memberantasnya bagaimana ? Pemuda-pemuda, pemudi-pemudi diberi sedikit pengetahuan hal geologi. Bijih besi itu, rupanya begini. Bijih emas, begini rupanya. Bijih tembaga, begini. Pemuda-pemuda mengerti lantas tahu: O, bijih ini begini, bijih itu begitu, dan lain-lain sebagainya; disebarkan di seluruh tanah air RRT, disuruh pemuda-pemudi itu mencari, mencari. Dan hasilnya apa ? Ternyata bahwa diseluruh RRT ada bijih besi. Dahulu orang berkata bahwa besi ada bijih besi. Dahulu orang berkata bahwa besi di RRT hanya terdapat di situ, di situ bagian sedikit daripada RRT utara. Sekarang tidak. Di mana-mana ternyata ada bijih besi. Oleh karena pemuda dan pemudinya menyelidiki explore, katanya Inggris explore di mana-mana, sehingga di tiap-tiap propinsi di RRT sekarang ada tanur. Tanur yaitu pembakaran bijih besi ini untuk dijadikan besi.
Nah, kita pun harus demikian. Berantas segala takhyul, bukan saja takhyul setan tetapi juga takhyul ekonomis dan geologis yang ada di dalam dada kita, tetapi agar supaya kita bisa memberantas takhyul itu, kita pertama harus mempunyai human skill. Kedua mentalitas kita harus investment yang sehebat-hebatnya; mental investment. Menjadi pemuda-pemudi yang dinamik, menjadi bangsa yang dinamik. Sebab kalau tidak demikian, kita tidak akan mengerti garisnya sejarah ini. Pak Leimena ini sudah takut saja; Wah, nanti
Di dalam pidato saya 17 Agustus yang lalu saya berkata: Jangan lupa, ¾ daripada kemanusiaan sekarang ini dalam revolusi. Revolusi yang progresif, revolusi mencari hidup baru, yang lebih layak daripada yang sudah, revolusi untuk mencari dignity of man, martabat manusia. Jangan manusia itu ada yang, manusia dikatakan superior, tinggi, yang lain itu manusia yang hanya baik diludahi saja. Seperti misalnya di Amerika Selatan. Disana itu rakyat yang berkulit hitam sama sekali tidak diberi
Tatkala saya membuat pidato di
Demikian Saudara-saudara, Tunisia, Marokko, Aljazair, Aljazair pun laksana satu burning fire, menjalankan satu revolusi, bagian yang lain-lain dari Afrika, Guinea, Madagaskar, yang sekarang namanya Malagasi, daerah Kongo, Kongo pun laksana burning fire dan saya tahu tidak lama lagi Afrika Selatan pun akan menjadi satu burning fire untuk menggerakkan ini, dignity of man.
Saya datang di negara Amerika Latin, saya datang di Brazilia itu setahun yang lebih dahulu daripada kedatangan saya, didatangi oleh Prins Bernard der Nederlanden. Saya mau datang di Brazilia; sudah, wah, jangan-jangan rakyat Brazilia itu Bernardminded, Dutch-minded. Ya, satu tahun sebelumnya Prins Bernard datang di Rio de Jeneiro. Apa ternyata, Saudara-saudara ? Saya datang di Brazilia, diterima oleh rakyat Brazilia sebagai hero, sebagai pahlawan, bukan saja pahlawan dari Indonesia, tetapi pahlawan daripada Afrika, daripada Amerika Latin pula. Di
Benar sekali apa yang dikatakan pula oleh Mao Zedong. Mao Zedong berkata apa ? “Angin Timur sekarang ini mengatasi angin Barat.” Yang dimaksudkan oleh Mao Zedong dengan “angin Timur yang mengatasi angin Barat” yaitu ini: sekarang ini rakyat-rakyat Timur, rakyat-rakyat Asia, rakyat-rakyat Amerika Latin sudah bergerak mengatasi angin Barat yang datang dari dunia Barat. Lha ini, Saudara-saudara adalah revolusi progresif; dan Indonesia mau tidak mau, harus ikut di dalam arus gelombang banjir yang mahahebat ini, sebab jikalau Indoensia tidak ikut di dalam gelombang yang mahabesar ini, sebagai tadi dikatakan oleh Pak Dr. Leimena, Indonesia akan digiling oleh sejarah.
Bangsa
Mengertilah, mengertilah, hai anak-anakku sekalian, apa artinya UUD’45.
Mengertilah, hai anak-anakku sekalian, apa sebab maka dekrit 5 Juli 1959 diterima dengan hebat oleh seluruh rakyat. Seandainya jiwa rakyat, rakyat jelata, bukan jiwamu, tetapi engkau adalah sebagian daripada jiwa rakyat jelata itu, jikalau rakyat Indonesia memang tidak hidup di dalam suasana UUD’45 itu, dalam suasana proklamasi, di dalam suasana segala cita-cita yang dicetuskan di dalam amanat penderitaan rakyat, rakyat Indonesia meskipun diadakan 10 Dekrit Presiden, rakyat Indonesia akan tetap adhem. Tetapi rakyat Indonesia menyambut Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan sehebat-hebatnya, demikian pula saya meminta kepadamu sekalian, kecuali mengerti UUD’45, mengerti segala konsekuensi daripada UUD’45 ini.
Saya berkata di dlam kongres koperasi: UUD’45 pasal 33 jelas menghendaki sosialisme. Oleh karena itu USDEK, UUD’45nya itu sosialisme
Sosialisme adalah satu hal yang mengenai hidup segala manusia yang menyelenggarakan sosialisme itu. Jangan dikatakan bahwa sosialisme hanya satu hal daripada satu golongan manusia saja. Sebagaimana demokrasi sejati bukanlah sekedar tulisan-tulisan zwart op wit, hitam di atas putih di dalam kitab undang-undang, saya berulang-ulang mengatakan bahwa demokrasi adalah a way life, demokrasi adalah satu cara hidup yang menghikmati segenap masyarakat, satu cara hidup yang hendak menghikmati segenap warga negara. A way of life. Maka demikian pula sosialisme adalah a way of life pula. Maka oleh karena itu aku berkata: demokrasi kita sekarang ini harus demokrasi terpimpin/
Menuju kepada sosialis ekonominya pun harus terpimpin. Dan oleh karena kita menghadapi sebagai mula-mula menjadi penjiwa dari proklamasi 17 Agustus’45, sebagai mula-mula menjadi penjiwa daripada Pancasila, maka kita harus kembali kepada kepribadian Indonesia sendiri. Oleh karena itu USDEK, Undang-undang Dasar’45, sosialisme
Aku bertanya kepadamu, “Entahlah, engkau sekalian apakah hidup di dalam alam pilkiran yang demikian itu ?”
Kita sekarang ini mengadakan Depernas bekerja keras dan nanti tanggal 13 Agustus Depernas akan menyerahkan kepada saya, mereka punya blueprint yang pertama. Blueprint tahapan pembangunan pertama. Blueprint ini akan saya bawa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara; dan jikalau MPRS telah menerima blueprint ini, maka blueprint ini bukan lagi milik Depernas, bukan lagi miliknya Presiden, bukan lagi miliknya pemerintah, kabinet kerja, tetapi menjadi miliknya bangsa, menjadi National Plan, dan blueprint ini harus diselenggarakan oleh kita semua. Dan blueprint yang akan diserahkan tanggal 13 Agustus ini, adalah blueprint tahapan pertama yang sudah bercorak sosialis.
Aku bertanya kepadamu, “Sudahkah engkau hidup di dalam alam yang demikian ini ? Tidakkah engkau keranjingan dengan alam yang demikian ini ?”
Tatkala aku turun dari pertapaan Argasonya kamar kecil yang gelap di rumah Tjokroaminoto, dengan balai-balainya tetapi dengan tumpukan bukunya yang tinggi sekali, lebih daripada buku-bukunya mahasiswa-mahasiswa yang lain, tatkala aku turun dari Argosonya itu aku merasakan diriku seperti Cakrasana, sebagai tadi kukatakan, aku laksana hidup terhikmat, aku hidup laksana di dalam khayal, aku dihidupkanlah sama sekali oleh cita-cita yang membakar aku punya jiwa, aku laksana hidup diatas api batu bara cita-cita. Aku laksana tidak bisa tidur; karena itu aku laksana tidak bisa berjalan tenang; karena itu aku laksana tidak bisa makan; karena itu aku laksana tidak bisa minum; karena itu ya tidur, ya jaga, ya makan, ya minum, ya duduk, ya berdiri. Aku laksana kena obsessic daripada cita-cita yang telah kukumpulkan dari buku-buku, kitab-kitab di dalam pertapaan Argasonya itu. Itulah sebabnya, maka aku bisa menyemburkan aku punya diri dengan seluruh aku punya tenaga dan minat di gerakan nasional dan gerakan pemuda.
Pada waktu itu aku berjumpa dengan pemimpin kita pula, Dr. Setiabudhi, yang dulu itu bernama E.F.E. Douwes Dekker. Apa kata Douwes Dekker kepadaku ? Dan apa yang dia tulis di dalam dia punya kitab yang bernama Indie ? Di dalam kitab Indie itu ia menulis: Men moet zich gehel geven; de
Aku bertanya kepadamu: Sudahkah engkau hidup di dalam suasana yang demikian itu ? Obsessie ? Sudahkah engkau tidak bisa tidur jika engkau melihat bahwa sosialisme belum terlaksana ? Sudahkah engkau semuanya ? Sudahkah engkau tidak bisa tidur jikalau engkau melihat bahwa di Sumatera, di Kalimantan jalan-jalan belum lengkap semuanya ? Sudahkah engkau tidak bisa tidur jikalau engkau mengetahui di kepulauan kita Indonesia Timur kadang-kadang ada pulau yang dua bulan sekali baru kedatangan kapal Pelni ? Sudahkah engkau tidak bisa tidur kalau engkau memikirkan bahwa Irian Barat masih dikuasai pihak Belanda ? Sudahkah engkau tidak bisa tidur kalau engkau memikirkan bahwa Karel Doorman sekarang ini mengancam kepada kemerdekaan kita ? Sudahkah engkau tidak bisa tidur jikalau di kanan kirimu engkau masih melihat kere-kere ? Jikalau engkau tidak bisa tidur karena itu, tidak bisa hidup jenjem lagi karena itu, tidak bisa berjalan tanpa berpikir demikian, tidak bisa makan tanpa berpikir demikian, tidak bisa minum tanpa berpikir demikian. Barulah engkau mempunyai hak untuk mengatakan dirimu patriot komplet. Komplet dalam segala hal. Komplet dalam hal, ya patriot politik, ya patriot kultur, ya patriot ekonomi, ya patriot sosial, ya patriot di dalam keagamaan. Patriot di dalam segala hal. Hal ini sudah saya poesankan pada Hari Pemuda di Surabaya tempo hari; Jadilah patriot yang komplet, komplet, komplet, sekali lagi komplet !
Jikalau engkau telah menjadi patriot yang yang komplet, barulah segala cita-cita yang dipagurkan oleh rakyat Indonesia di dalam amanat penderitaan rakyat kepada kita, hidup di dalam dadamu, dan membuat engkau hidup laksana in een droom, laksana dalam mimpi, laksana engkau itu dipikul oleh sayapnya cita-cita.
O, hebat sekali merasakan diri sebagai demikian. Aku pernah merasakan diriku laksana hidup terpikul oleh sayapnya cita-cita. Laksana aku di khayangan, aku dibawa oleh sayap cita-cita ini hingga aku mohon kepada Allah Subhanuwata’ala, agar supaya Allah Subhanuwata’ala memberi kekuatan kepadaku untuk menyumbangkan tenagaku ini kepada perjuangan, agar rakyat Indonesia di dalam waktu yang singkat menjadi benar-benar satu rakyat yang bernegara besar, panjang-punjung, panjang pocapane junjung kawibawane, dengan masyarakat adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, tata tentram karta raharja, yang bebek ayam rajakaya enjang medal ing pangonan, surup bali ing handhange dhewe-dhewe. Kalau kita semuanya hidup laksana terpikul di atas sayap yang demikian itu, biarlah kita boleh berkata: Hidup kita ini tidak tersia-sia ! Hidup kita ini tidak tersia-sia !
Tadi malam aku berkata, menjawab orang yang mengatakan bahwa revolusi
Revolusi Perancis yang tadi saya gambarkan dicetuskan oleh Mirabeau di dalam 1789, Mirabeau di dalam tahun 1789, Mirabeau yang di dalam kaatsbaan bahwa ia tidak akan pergi daripada Kaatsbaan sebelum rakyat Perancis mendapat konstitusi, Undang-undang Dasar Konstitusional, revolusi Perancis ini berjalan 80 tahun, Saudara-saudara.
Revolusi sosialis yang mencetus sejak tahun 1917 sampai sekarang belum selesai. Demikian dikatakan oleh Khrushchov sendiri kepada saya bahwa revolusi Sovyet belum selesai. Kalau dihitung dari tahun 1917, sudah berapa tahun sampai sekarang ? Empat puluh tiga tahun. Padahal tahun 1917 itu sekedar pencetusan daripada revolusi itu. Sebelumnya itu revolusi-revolusi sudah berjalan persiapan-persiapannya, bahkan sudah pada akhir abad XIX, hitung semuanya berpuluh-puluh tahun.
Revolusi Amerika Saudara-saudara, yang dicetuskan oleh Thomas Jefferson pada tahun 1776, apakah revolusi Amerika itu juga selesai dalam tahun 1786 ? Dalam 10 tahun ? Tidak ! Revolusi Amerika berjalan kurang lebih 60 tahun.
Lha kok kita baru 15 tahun ber-revolusi, sudah ada manusia yang mengatakan bukan “revolusi Indonesia belum mencapai tujuannya”, tetapi dia berkata: Revolusi Indonesia gagal. Saya berkata: Revolusi
Dan sekarang revolusi
Maka oleh karena itu saya minta kepada seluruh pemuda-pemudi
Saudara-saudara, anak-anakku, sekian ceramahku. Moga-moga Tuhan memberi berkah kepada kamu sekalian.
Terima Kasih. Merdeka
Ceramah kepada para pelajar di Surakarta, 11 Juli 1960